Kita ada PR, gap yang lumayan besar kalau dilihat dari capaian 2023 dan juga target RPJMN di 2024
Jakarta (ANTARA) - Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Tirta Sutedjo memaparkan sejumlah pekerjaan rumah (PR) untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024.

“Kita ada PR, gap yang lumayan besar kalau dilihat dari capaian 2023 dan juga target RPJMN di 2024. Kemudian, pada tahun 2045 kita juga mendapat amanat untuk dapat mewujudkan Indonesia maju setara dengan negara-negara maju, di mana kemiskinan diharapkan sudah mendekati 0 persen,” ungkapnya dalam agenda Knowledge Forum dengan tema "Strategi Penanggulangan Kemiskinan: Tantangan Saat Ini dan Peluang di Masa Depan” yang dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu.

Seperti diketahui, terdapat jarak cukup lebar antara capaian tingkat kemiskinan per Maret 2023 yang sebesar 9,36 persen dengan target angka kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 6,5-7,5 persen.

Begitu pula capaian tingkat kemiskinan ekstrem per Maret 2023 yang sebesar 1,12 persen dengan target angka kemiskinan ekstrem dalam RPJMN 2020-2024 berkisar 0-1 persen.

“Data terakhir di 2023 yang sudah dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan di Indonesia ini ada di angka 9,36 persen. Untuk kemiskinan ekstrem di 2023 bisa dicapai di bawah 1,12 persen, dan kalau diasumsikan bahwa kemiskinan ekstrem bisa dicapai di bawah 1 persen, nampaknya kita akan bisa mencapai di tahun 2024 kurang lebih di angka 0,5-0,7 persen,” kata dia.

Baca juga: Bappenas: Kerangka besar RPJMN 2025-2029 hapuskan kemiskinan ekstrem

Baca juga: Bappenas integrasikan RKP 2025 dengan program presiden terpilih


Bappenas sedang berupaya mengubah metodologi pengukuran angka kemiskinan yang akan dimutakhirkan melalui kerja sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Hal ini mengingat metodologi yang digunakan belum berubah sejak tahun 1998 hingga kini.

Dalam waktu dekat, pihaknya disebut akan melaporkan metodologi terbaru yang diusulkan kepada Forum Masyarakat Statistik (FMS) agar bisa diterapkan dalam RPJMN 2025-2029.

Lebih lanjut, Tirta menyampaikan tiga tantangan utama untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Pertama yaitu akurasi target dan penajaman sasaran dari program pemerintah, sehingga dapat dipastikan masyarakat yang membutuhkan mendapatkan intervensi sesuai dengan kerentanan serta kebutuhan mereka.

Kedua, kualitas program perlu ditingkatkan guna memastikan seluruh penduduk yang membutuhkan intervensi pemerintah maupun dari pihak-pihak terkait memperoleh bantuan atau pendampingan dan fasilitasi sesuai dengan ragam kerentanan mereka.

Terakhir, pemberdayaan ekonomi juga perlu dilakukan dengan lebih optimal untuk meningkatkan daya ungkit, serta pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) guna mendukung pelaksanaan program dibarengi dengan sertifikasi yang mendukung.

Tirta menerangkan bahwa penurunan tingkat kemiskinan membutuhkan pendekatan intervensi yang cukup beragam dengan melibatkan berbagai program, kegiatan dan para pemangku kepentingan.

“Integrasi ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa program-program ini tidak terfragmentasi, dan koordinasi antar K/L (Kementerian/Lembaga) (serta) juga antar pusat dan daerah ini bisa dilakukan secara lebih optimal lagi,” ucap Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas itu.

Baca juga: Bappenas beri Penghargaan Pembangunan Daerah dalam Musrenbangnas 2024

Baca juga: Kepala Bappenas: Hak milik atas tanah dibolehkan di IKN


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024