Kuncinya di sini adalah tantangannya bagaimana satu data, saya sudah sempat berbicara beberapa kali dengan teman-teman di Bappenas. Bappenas kebetulan kan ada Perpres 39 (Tahun 2019) tentang Satu Data Indonesia, kenapa tidak diintegrasikan
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) RI Suprayoga Hadi mengatakan pengintegrasian data menjadi salah satu kunci dalam penanggulangan kemiskinan.

"Mengenai data ini kami melihat bahwa selama ini masih cukup parsial, ada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dilakukan oleh Kemensos. Kemudian untuk kemiskinan ekstrem ada data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem). Kemudian ke depannya, sudah mulai dipersiapkan sekarang oleh Bappenas dan BPS dengan Regsosek (Registrasi Sosial Ekonomi) dan seterusnya," kata Suproyoga saat knowledge forum bertajuk "Strategi Penanggulangan Kemiskinan: Tantangan Saat Ini dan Peluang di Masa Depan" dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Adapun pengintegrasian data tersebut penting dilakukan agar penyaluran berbagai program bantuan yang ada tepat sasaran.

Suprayoga yang juga sebagai Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) itu mengaku juga telah berbicara dengan para pihak di Bappenas agar pengintegrasian data dapat diwujudkan.

Baca juga: Satu Data Indonesia hasilkan kebijakan lebih valid

"Kuncinya di sini adalah tantangannya bagaimana satu data, saya sudah sempat berbicara beberapa kali dengan teman-teman di Bappenas. Bappenas kebetulan kan ada Perpres 39 (Tahun 2019) tentang Satu Data Indonesia, kenapa tidak diintegrasikan. Waktu itu saya tidak tahu, kenapa harus ada Regsosek dan sebagainya," kata dia.

Menurutnya, pengintegrasian data juga dapat mencegah exclusion error atau keluarga miskin dan rentan yang belum memperoleh program bantuan dari pemerintah.

"Kaitannya dengan data pensasaran kelihatannya menjadi first thing first harus kita benahi. Kalau tidak, ya sekali lagi kita bicara mengenai exclusion error dan sebagainya yang selama ini menjadi momok istilahnya. Kekhawatiran kami untuk pencapaian (penanggulangan kemiskinan) ini tidak bisa optimal," ucap Suprayoga.

Baca juga: Kemnaker terpilih jadi "pilot project" Satu Data Indonesia

Dalam kesempatan itu ia juga melaporkan bahwa berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023, angka kemiskinan nasional masih 9,36 persen. Adapun, target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 6,5 sampai 7,5 persen.

"Ini yang saya pikir menjadi penting untuk kita kaji bersama seperti apa strategi apa yang perlu kita lakukan supaya ini bisa tercapai," ujar Suprayoga.

Sementara mengenai kemiskinan ekstrem yang ditargetkan 0 persen pada 2024, ia mengatakan sampai saat ini hampir mendekati target.

"Kemiskinan ekstrem ini more or less sudah sesuai target, kita saat ini sudah mencapai angka di 2023 itu 1,12 persen. Jadi, kalau 0 koma kelihatannya akan sangat memungkinkan. Saya sudah sempat sampaikan, BPS walaupun ini belum dirilis sudah mencoba menghitung di September 2023 itu angkanya 1,04 persen. Jadi, mudah-mudahan angka Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret (2024) ini bisa terbit dan nanti bulan Juli (2024), Insya Allah sudah 0 koma," tuturnya.

Baca juga: Kementerian ATR bantu hapus kemiskinan ekstrem lewat berbagi data
Baca juga: BKKBN mutakhirkan data keluarga, tangani stunting & kemiskinan

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024