Regulasi sangat diperlukan untuk memberikan kepastian kepada orang tua murid dan pemangku kepentingan
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisin mengimbau pemerintah untuk bisa membuat kebijakan yang memperketat pengawasan pelaksanaan widyawisata atau study tour maupun kegiatan lain yang mewajibkan murid bepergian jauh.

“Ini karena kejadian kecelakaan akibat widyawisata telah banyak menyebabkan korban jiwa dan terus berulang,” katanya di Jakarta, Selasa.

Mukhlisin menyebutkan, kecelakaan study tour sudah sering terjadi bahkan dalam setahun terakhir seperti widyawisata SMPN 3 Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah, pada 18 Oktober 2023 yang mengakibatkan enam murid, satu guru luka, dan satu kernet bus meninggal dunia.

Kemudian pada 2 Desember 2023, rombongan SMKN 2 Ngasem Bojonegoro menabrak dump truk hingga dua orang meninggal, serta kecelakaan pada 18 Januari 2024 yang menimpa widyawisata SMAN 1 Sidoarjo hingga mengakibatkan tiga orang luka-luka dan dua orang meninggal dunia.

Selanjutnya yang baru saja terjadi yakni pada 11 Mei 2024, rombongan murid dan guru SMK Lingga Kencana Kota Depok mengalami kecelakaan di Subang, Jawa Barat, hingga menyebabkan 11 orang meninggal dan puluhan luka-luka.

Menurut Mukhlisin, pemerintah harus membuat mekanisme pengawasan dan regulasi terkait widyawisata untuk mencegah korban serupa.

Ia menuturkan, regulasi sangat diperlukan untuk memberikan kepastian kepada orang tua murid dan pemangku kepentingan soal wajib atau tidaknya widyawisata termasuk mekanisme pelaksanaannya sehingga memunculkan rasa aman dan berkeadilan.

Selain itu, Mukhlisin menilai kecelakaan yang menimpa SMK Lingga Kencana Depok pada Sabtu (11/5) petang, di Subang, Jawa Barat, merupakan kegiatan perpisahan sehingga tidak menjadi bagian dari pembelajaran di kurikulum.

Terlebih, kegiatan-kegiatan akhir tahun pelajaran seperti perayaan perpisahan, wisuda, dan widyawisata sering memberatkan orang tua, karena menelan biaya yang tidak murah sedangkan kondisi ekonomi orang tua murid beragam.

Alasan lain pemerintah perlu membuat regulasi dan pengawasan adalah untuk mencegah terjadinya penyelewengan seperti yang terjadi di sebuah SMA Negeri di Bandung.

Penyelewengan itu dilakukan oleh pelaku yang merupakan seorang pemimpin perjalanan dengan menggelapkan dana sebesar Rp368 juta sehingga widyawisata gagal dilaksanakan.

Ia menjelaskan, apabila widyawisata didesain dengan tepat maka bisa menjadi proses pembelajaran yang menyenangkan, karena murid dapat mengalami perjumpaan langsung dengan orang atau komunitas yang berbeda.

Mukhlisin menambahkan, implementasi kebijakan yang sudah ada seperti Permendikbud Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah juga perlu dievaluasi karena seharusnya bisa menjadi pengawas dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan program sekolah.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024