Pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua, kami prediksi masih cenderung flat. Angka kami di 5,1 persen pertumbuhannya secara YoY.
Jakarta (ANTARA) - Head of Macroeconomic and Financial Market Research PermataBank Faisal Rachman memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung datar atau flat di kuartal kedua 2024 atau berada di angka 5,1 persen secara tahunan (year-on-year/YoY).

"Pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua, kami prediksi masih cenderung flat. Angka kami di 5,1 persen pertumbuhannya secara YoY," kata Faisal dalam "Pemaparan Indonesia Economic Review 1Q2024" di Jakarta, Selasa.

Faisal mengatakan, angka pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan tersebut memang sedikit menurun jika dibandingkan kuartal II 2023 yang tumbuh 5,17 persen YoY.

Baca juga: Ekonom Bank Mandiri: Tantangan ekonomi RI pada kuartal II dan III 2024

Dia mengingatkan bahwa pada 2023 terdapat faktor high base di mana Ramadhan dan momen Lebaran masuk dalam kuartal kedua. Sementara di tahun ini, Ramadhan masuk ke kuartal pertama dan Lebaran masuk ke kuartal kedua.

Sepanjang kuartal I 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen YoY. Dari sisi pengeluaran, komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 24,29 persen, diikuti komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) sebesar 19,90 persen.

Memasuki kuartal kedua, Faisal mengingatkan bahwa sepanjang Mei terdapat banyak libur nasional dan cuti bersama. Momentum ini dapat dimaksimalkan dari sisi pengeluaran konsumsi pada sektor-sektor tertentu seperti pariwisata dan aktivitas belanja yang bersifat leisure.

Baca juga: APINDO optimistis target pertumbuhan ekonomi 5 persen tercapai

Sementara itu dari pengeluaran pemerintah, dia menambahkan bahwa pada kuartal kedua tahun ini masih terdapat ruang untuk menjaga pertumbuhan seperti melalui investasi publik.

 Jika Proyek Strategis Nasional (PSN) semakin digenjot, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Faisal memandang bahwa seharusnya belanja pemerintah masih cukup terjaga pada periode tersebut.

"(Di kuartal II 2024) ada risiko (penurunan belanja pemerintah), yaitu lemilu sudah selesai. Salah satu main driver growth di kuartal I adalah non-profit institution serving household (LNPRT), yaitu partai politik dan juga belanja pemerintah terkait dengan Pemilu itu (di kuartal II) sudah tidak ada, kemungkinan pasti akan turun. Tapi sebenarnya ini ada ruang (pertumbuhan di kuartal II)," kata Faisal.

Selain itu, pemerintah juga memperpanjang periode penyaluran bantuan sosial (bansos) hingga Juni 2024. Hal ini, ujar Faisal, seharusnya juga bisa meningkatkan atau menjaga level belanja pemerintah yang tidak akan terlalu menyusut serta bisa menjaga daya beli masyarakat, terutama golongan masyarakat ke bawah.

Baca juga: BI perkirakan ekonomi RI triwulan II-2024 tumbuh di atas 5 persen

Pada kesempatan yang sama, Chief Economist PermataBank sekaligus Head of Permata Institute for Economic Research (PIER) Josua Pardede memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh solid di kisaran 5 persen di sepanjang 2024 dan berlanjut hingga tahun depan. Ini selaras dengan yang diproyeksikan lembaga-lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), serta Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

"Kami tetap melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan  berkisar sekitar 5,07 persen dan 2025-2026 ini cenderung akan terus meningkat," ujar Josua.

Meskipun pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan  masih di bawah normal di tahun ini, yaitu masih di bawah 5 persen, Josua memproyeksikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan mulai tercatat 5 persen di tahun 2025 dan tahun selanjutnya.

Kemudian, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga diperkirakan sedikit flat atau sedikit melambat dibandingkan tahun lalu namun masih di kisaran 4 persen.

Baca juga: Mendagri apresiasi pertumbuhan ekonomi RI capai 5,11 persen

Inflasi diperkirakan tetap terjaga di kisaran 3 persen di tahun ini. Namun dari sisi current account, Josua memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun 2024 minus 0,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 2023 minus 0,11 persen terhadap PDB.

"Sekalipun memang ada pelebaran defisit dari kedua neraca (twin deficit), neraca APBN dan neraca transaksi berjalan, namun kami tetap melihat bahwa fundamental ekonomi Indonesia sejauh ini tetap dalam kondisi yang solid  sehingga risiko ini memang untuk jangka pendek belum terlalu kelihatan, namun kita tetap perlu mengantisipasi dalam jangka menengah," kata Josua.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024