Sekitar 112 juta bidang tanah saat ini telah terpetakan dan terdaftar di seluruh penjuru Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY mengungkapkan sekitar 112 juta bidang tanah saat ini telah terpetakan dan terdaftar di seluruh penjuru Indonesia.

"Sekitar 112 juta bidang tanah saat ini telah terpetakan dan terdaftar di seluruh penjuru Indonesia. Hal ini terwujud karena Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2017 meluncurkan program revolusioner khususnya dalam pendaftaran tanah, yakni program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)," ujar AHY, di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, terdapat sejumlah kunci sukses untuk mewujudkan pendaftaran tanah yang masif tersebut. Kunci sukses pertama adalah kepemimpinan dan manajerial yang baik.

Dengan kondisi geografis yang beragam, Indonesia memiliki tantangan dalam menyeimbangkan alokasi tanah yang ada, juga selalu dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, memberantas kemiskinan, namun dalam waktu yang sama juga melindungi lingkungan.

"Pada akhirnya adalah bagaimana kepemimpinan yang mampu menggambarkan visi dan misi ke dalam rencana aksi dan program dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Dari awal, Presiden Joko Widodo telah menunjukkan kekuatan politik yang kuat, yang ditunjukkan kepada komitmennya," kata AHY.

Kunci sukses lainnya, ujar AHY pula, adalah pemerintah dapat menyelaraskan regulasi yang tumpang tindih dengan terjalinnya komunikasi dan koordinasi yang efektif antarkementerian/lembaga. Indonesia memiliki tantangan yang krusial, dalam hal ini tumpang tindih kebijakan yang dapat menghasilkan masalah batas antara kawasan hutan dan nonhutan.

"Jadi kuncinya adalah komunikasi yang efektif, koordinasi antarpemangku kepentingan. Adapun hal ini adalah para kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah, sehingga dari kebijakan yang saling terintegrasi itu, diharapkan dapat tercipta One Map Policy," ujar AHY.

Lebih lanjut, adanya kolaborasi dan partisipasi aktif dari masyarakat adalah kunci penting lainnya. Hal ini diimplementasikan pada proses pengukuran serta pengumpulan data yang melibatkan peran aktif masyarakat. Selain itu, untuk mempercepat proses pengukuran juga menggandeng sektor swasta.

"Karena kita memiliki sumber daya petugas ukur yang terbatas, kita juga menggandeng sektor swasta yang tentunya tetap menjalankan pekerjaan sesuai standar kita. Lalu untuk pengumpulan data, kita juga memiliki Puldatan (pengumpul data pertanahan, red) yang dari masyarakat. Puldatan ini bisa dari masyarakat atau para pimpinan setempat yang tentunya sudah dilatih," kata AHY.

Kolaborasi serta partisipasi aktif masyarakat juga mencakup dari masyarakat hukum adat. Sebelumnya, banyak masyarakat hukum adat yang enggan mendaftarkan tanahnya karena dirasa jika tanahnya didaftarkan, suatu saat kepemilikan dan kekuasaan tanah adat tersebut bisa diambil negara.

"Untuk mengatasi hal ini, kita harus melakukan pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai adat setempat. Tentunya hal ini membawa kepastian hukum, kesempatan pada akses ekonomi, lalu juga keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup bagi masyarakat adat," ujar AHY.

Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga berhasil melakukan pendekatan yang adaptif yang sesuai dengan tantangan global, dalam hal ini digitalisasi. AHY mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia tengah berfokus kepada transformasi digital di semua aspek birokrasi dan administrasi pemerintahan, yang mana hal ini juga mencakup layanan Sertifikat Tanah Elektronik.

"Tentu prosesnya akan lebih transparan, lebih efisien, dan lebih aman bagi semua orang. Oleh karena itu, saat ini kita menargetkan 104 Kantor Elektronik hingga akhir tahun 2024 dan tentu memodernisasi/meningkatkan software, hardware agar bisa menyesuaikan dengan teknologi yang terbaru," katanya pula.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN targetkan PTSL-PM Fase VI cepat dan terukur
Baca juga: BIG diminta untuk membuat pemetaan kota hingga bawah tanah

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024