Laporan tersebut sudah diterima oleh Bareskrim Polri, saat ini sedang mendalami laporan tersebut
Jakarta (ANTARA) - Bareskrim Polri telah menerima laporan yang dilayangkan delapan pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal berbendera China, diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Laporan tersebut sudah diterima oleh Bareskrim Polri, saat ini sedang mendalami laporan tersebut," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Erdi A Chaniago di Jakarta, Selasa.

Perwira menengah Polri itu menyebut pendalaman ini dilakukan apakah kasus tersebut memenuhi unsur TPPO, setelah memenuhi unsur baru akan dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan meminta keterangan terlapor maupun pelapor.

"Karena laporan ini masih baru diterimanya, penyidik masih melakukan pendalaman, setelah itu mungkin seminggu lagi kami update perkembangannya," kata Erdi.

Sebanyak delapan orang buruh migran bekerja sebagai ABK di kapal milik China melapor ke Bareskrim Polri terkait dugaan TPPO, Rabu (8/5).

Baca juga: ABK diduga korban TPPO melapor ke Bareskrim

Baca juga: Kompolnas minta Polri tuntaskan penanganan kasus TPPO


Kedatangan delapan ABK buruh migran Indonesia itu didampingi sejumlah organisasi pekerja migran salah satunya Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno mengatakan pihak yang dilaporkan adalah PT Klasik Jaya Samudera (KJS) yang merekrut dan menempatkan para ABK Migran di atas kapal berbendera China dengan nama kapal Fu Yuan Yu 857.

Menurut Hariyanto, ada tiga unsur TPPO yang terpenuhi dalam perkara ini, yaitu proses, cara dan tujuannya.

Selain itu, diduga ada lingkaran besar yang melibatkan beberapa oknum di Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) yang memanipulasi dokumen, serta Lembaga Pendidikan PKBM yang memalsukan ijazah.

Tidak hanya itu, pihaknya juga mengusut terkait pengurusan SKCK di Polsek Benoa.

Diketahui pula, Direktur Utama PT KJS yang berkedudukan di Pemalang, tahun ini menjabat sebagai Komisaris PT SMS yang mana direktur-nya ditindak melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.

"Harapan kami adalah kepolisian hari ini mau menerima kami dan menerima laporan kami dan ditindak secepatnya," kata Hariyanto.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024