pengawasan dan punishment yang tegas di lapangan harus lebih ditingkatkan
Jakarta (ANTARA) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta agar pengawasan dan penegakan aturan uji KIR serta regulasi terkait lainnya terhadap bus pariwisata diperketat dalam rangka mencegah maraknya angkutan yang tidak sesuai regulasi.

"Saat ini biaya KIR sudah dipangkas namun diperketat walaupun belum di seluruh daerah tapi tetap banyak (pelaku angkutan) yang tidak melakukan kewajiban ini. Dengan demikian, pengawasan dan punishment yang tegas di lapangan harus lebih ditingkatkan," ujar Ketua Angkutan Penumpang DPP Organda Kurnia Lesani Adnan saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu.

Kurnia menyampaikan hal tersebut menanggapi  kecelakaan bus pariwisata yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat.

Menurut dia, penyelenggaraan yang tidak sesuai undang-undang ini maka sanksinya tegas, keras dan konsisten.

"Harusnya penyelenggaraan tidak sesuai undang undang ini sanksinya tegas, keras dan konsisten. Inilah yang membuat pelaku angkutan tidak sesuai regulasi menjamur dan sangat bebas berkeliaran, saya pastikan ini sangat banyak sekali di lapangan," katanya.

Kurnia Lesani Adnan juga meminta aparat hukum untuk memproses hukum secara pidana pihak penyelenggara tour terkait kecelakaan bus pariwisata yang ditumpangi rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat.

Dengan melihat kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Subang tadi malam menunjukkan pentingnya agar pengawasan dan penindakan yang tegas dan kepedulian dari seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah. Bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater sendiri sudah berubah bentuk dari wujud sebelumnya. Artinya bus ini sudah menyalahi akte kelahirannya.

"Untuk pencegahan hal-hal seperti ini penyelenggara tour ini harus terlibat dan di proses secara hukum pidana karena telah menggunakan alat tidak sesuai undang undang," katanya.

Dirinya mengimbau agar investigasi kasus kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Subang tersebut tidak hanya berhenti pada level pengemudi/sopir saja, namun harus berlanjut hingga level perusahaan bus, penyelenggara tour dan panitia acara sekolah.

Dalam kesempatan terpisah, pengamat transportasi Djoko Setijowarno dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata mengatakan bahwa pihak kepolisian harus memperkarakan dan menindak hukum secara tegas pengusaha bus termasuk pengusaha lama yang tidak taat aturan, terutama bagi pelaku angkutan bus pariwisata yang tidak menjalankan KIR dan tidak memiliki izin.

"Polisi harus menindak pengusaha bus yang tidak tertib administrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan." kata Djoko kepada ANTARA.

Dia mengatakan bahwa hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP. Dan korban-korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan badan bus yang keropos, sehingga saat terjadi kecelakaan maka terjadi deformasi yang membuat korban tergencet.

"Bus yang lama tidak dihancurkan atau di-scrapping, tapi dijual kembali sebagai kendaraan umum, karena masih plat kuning, sehingga bisa di KIR tapi tidak punya ijin. Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan," kata Djoko.

Sistem Manajemen Keselamatan juga wajib dilaksanakan oleh setiap pengusaha angkutan umum. Kewajiban itu sudah ada dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 85 Tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum.

Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum adalah bagian dari manajemen perusahaan yang berupa suatu tata kelola keselamatan yang dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum secara komprehensif dan terkoordinasi dalam rangka mewujudkan keselamatan dan mengelola risiko kecelakaan.


Baca juga: KNKT kerahkan tim investigasi kecelakaan bus siswa SMK Lingga Kencana
Baca juga: Dishub Wonogiri: Bus maut kecelakaan di Subang masih berstatus AKDP

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024