Washington (ANTARA) - Gedung Putih mengatakan pada Kamis (9/5) bahwa Israel masih menerima "sebagian besar" senjata "yang mereka butuhkan" setelah AS menghentikan kiriman senjata.

"Semua orang terus berbicara tentang penghentian sementara kiriman senjata. Senjata masih dikirim ke Israel," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada wartawan.

"Dan mereka masih mendapatkan sebagian besar yang mereka perlukan untuk membela diri," katanya.

"Kami juga berkomitmen, dan akan terus berkomitmen, menghabiskan setiap sen dana tambahan yang kami dapatkan dari Kongres untuk memberi mereka kemampuan yang mereka perlukan," kata Kirby.

Presiden AS Joe Biden pekan lalu menghentikan kiriman senjata, termasuk bom berbobot 2.000 pon (sekitar 907 kg), yang sebelumnya digunakan Israel untuk menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.

Menurut Kirby, keputusan itu diambil Biden karena khawatir dengan rencana Israel menginvasi Kota Rafah, Jalur Gaza.

Biden pada Rabu mengeluarkan peringatan keras kepada Israel untuk tidak melanjutkan rencana itu, dan mengancam akan menahan kiriman senjata yang akan berperan penting dalam operasi militer itu.

"Saya jelaskan bahwa jika mereka pergi ke Rafah ... saya tidak akan memasok senjata yang telah mereka gunakan (di Gaza) untuk menghadapi Rafah," kata Biden dalam wawancara eksklusif dengan CNN.

Peringatan itu dan penghentian kiriman senjata sebelumnya telah memicu kritik keras dari pemerintah Israel. Para pejabat di negara Zionis itu bersumpah untuk melanjutkan serangan mereka ke Gaza.

"Saya katakan kepada para pemimpin dunia: Tidak ada tekanan, tidak ada keputusan dari forum internasional mana pun, yang akan menghentikan Israel untuk membela diri," kata PM Israel Benjamin Netanyahu dalam pesan video di platform X.

"Sebagai PM Israel, satu-satunya negara Yahudi, saya berjanji, jika Israel terpaksa berdiri sendiri, Israel akan berdiri sendiri," tambahnya.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant juga bersumpah bahwa Israel akan "mencapai tujuannya" dan "tidak bisa ditundukkan."

"Saya katakan dari sini kepada musuh-musuh Israel dan sahabat-sahabatnya: Negara Israel tidak bisa ditundukkan; baik IDF (tentara), Kementerian Pertahanan, lembaga pertahanan, Negara Israel. Kita akan berdiri, kita akan sampai ke tujuan kita," katanya dalam upacara militer.

"Berapa pun biayanya, kita akan menjamin keberadaan Negara Israel," katanya. "Kita akan menyerang Hamas, kita akan menghancurkan Hizbullah, dan kita akan menciptakan keamanan."

Israel telah menyerang habis-habisan Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan kelompok perlawanan Palestina Hamas pada Oktober 2023, yang menewaskan kurang dari 1.200 orang, menurut Tel Aviv.

Aksi balasan Israel itu telah menewaskan lebih dari 34.900 warga Palestina di Gaza, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan melukai lebih dari 78.500 lainnya, menurut otoritas kesehatan Palestina. Ribuan orang juga masih dinyatakan hilang.

Perang Israel yang sudah berlangsung tujuh bulan itu menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, dan memaksa 85 persen penduduk di wilayah kantong Palestina itu untuk mengungsi di tengah blokade Israel yang melumpuhkan pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan, menurut PBB.

Sebagian besar pengungsi mencari perlindungan di Rafah setelah Israel sebelumnya mengeluarkan perintah evakuasi.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Putusan sementara ICJ pada Januari memerintahkan Israel untuk menghentikan aksi genosidanya dan mengambil tindakan yang menjamin bantuan kemanusiaan sampai tangan ke warga sipil.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Pejabat Israel kecam Biden karena tunda pengiriman senjata
Baca juga: Biden sebut tak akan beri senjata ke Israel untuk serang Rafah

 

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024