Kami terus memastikan bahwa pertanaman secara nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat termasuk di Kebumen ....
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) mengoptimalkan lahan tadah hujan melalui optimalisasi pompanisasi dalam pengairan persawahan di Kebumen, Jawa Tengah, untuk mewujudkan ketahanan pangan di daerah tersebut.

“Kami terus memastikan bahwa pertanaman secara nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat termasuk di Kebumen dengan mengoptimalkan lahan tadah hujan dengan pompanisasi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementan Prihasto Setyanto dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Prihasto menyampaikan pihaknya telah melakukan peninjauan lokasi pompanisasi di Desa Buayan, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Baca juga: Mentan pacu produksi pertanian Nusa Tenggara Barat lewat pompanisasi

Menurut Prihasto, Kecamatan Buayan merupakan satu dari lima kecamatan yang dilewati Sungai Jatinegara. Empat kecamatan lainnya adalah Kecamatan Sempor, Gombong, Kuwarasan dan Kecamatan Puring.

Melihat potensi Sungai Jatinegara yang bagus, Prihasto mengajak masyarakat untuk melakukan akselerasi pemanfaatan sumber air tersebut untuk mengoptimalkan lahan sawah tadah hujan melalui pompanisasi.

"Tinggal didorong sedikit saja. Hanya jarak 5-6 meter ke sini, sudah bisa air, daripada ini dibuang ke laut, kenapa tidak kita manfaatkan budidaya tanaman, iya kan? Untuk ketercukupan pangan khususnya beras," imbuhnya.

Selain Kebumen, Prihasto juga meninjau instalasi pompa hidran hasil kolaborasi TNI, Pemkab Banyumas dan Kementan di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas.

Pompa tersebut mampu mengalirkan air untuk areal persawahan seluas 900 hektare sehingga diharapkan bisa meningkatkan indeks pertanaman (IP), yang semula satu menjadi dua, yang sudah dua menjadi tiga.

Pada hari yang sama Prihasto melanjutkan kunjungannya di Desa Bunton, Kecamatan Adipala, Kebupaten Cilacap. Di sana, Prihasto mengungkapkan bahwa ada berbagai sumber air sawah tadah hujan yang bisa dimanfaatkan untuk mengerek produktivitas.

"Ada air permukaan yang dangkal, ada air sungai, dan air hujan. Kalau pilihan petani biasanya air hujan cuma kalau air hujan kan kadang ada, kadang tidak ada. Jadi pilihannya tinggal air permukaan dan dari sungai," jelas Prihasto.

Meski demikian, Prihasto mengingatkan untuk memperhatikan kondisi hidrologi ketika memanfaatkan sumber air permukaan dangkal.

Baca juga: Atasi dampak El Nino, Kementan kawal sistem pompa di Boyolali

Dia mengatakan Kementerian Pertanian bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk TNI-Polri, dan pemerintah daerah bergerak bersama agar kondisi pangan tidak bergejolak terutama di bulan Agustus, September, dan Oktober.

"Paling tidak minimal setiap bulan itu tertanam kurang lebih 1 juta hektare sekitar sebulan secara nasional, untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan tiga sampai empat bulan kemudian," ujar Prihasto.

Dijelaskan Prihasto, hal tersebut menjadi sangat penting karena apa bila produksi kurang dari 1 juta hektare, maka dampaknya akan berimbas pada importasi.

"Kalau pangan kurang, tentunya kita harus melakukan impor. Kita kan tidak ingin semua ada impor-impor lagi. Supaya tidak ada impor, yuk kita dorong pertanamannya. Maksimalkan, manfaatkan sumber air seperti ini (dengan pompanisasi)," ucap Prihasto.

Potensi sawah tadah hujan di Jawa Tengah sekitar 267.655 hektare yang dapat ditingkatkan produksinya, untuk wilayah yang dekat sungai menggunakan pompanisasi dari air sungai dan untuk wilayah yang jauh dari sungai dapat memanfaatkan air dari tanah, embung, dan lain-lain.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024