Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengimbau masyarakat segala umur dari bayi hingga lanjut usia untuk mendapatkan imunisasi guna memberikan perlindungan bagi kesehatannya.

“Berkembang konsep yang namanya imunisasi sepanjang umur. Jadi tidak fokus pada anak atau dewasa, tapi sepanjang umur,” kata Penasihat Satuan Tugas (Satgas) Vaksin Dewasa PAPDI Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD-KAI di Jakarta, Senin.

Samsuridjal menjelaskan, sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan di dunia, khususnya di bidang imunisasi terdapat perubahan fokus di mana imunisasi atau vaksinasi tidak hanya diperuntukkan kepada bayi dan anak-anak, tetapi juga pada orang dewasa.

Baca juga: Vaksinasi influenza dinilai penting bagi penyandang diabetes

Baca juga: PAPDI minta cakupan vaksinasi primer terus ditingkatkan


Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menilai bahwa vaksinasi pada dewasa memiliki manfaat yang sama seperti halnya pada anak-anak.

Adapun vaksinasi dewasa merupakan vaksinasi lanjutan dari vaksinasi anak-anak, dengan beberapa tambahan vaksin tertentu.

Ia memberikan contoh, kasus kejadian radang paru-paru (pneumonia) pada anak di bawah 5 tahun cukup tinggi dengan angka kematian yang relatif tinggi, sementara angka kejadian pneumonia pada usia di atas 50 tahun sangat tinggi dengan angka kematian sangat tinggi.

Oleh karena itu, perlindungan dari risiko pneumonia melalui vaksinasi akan memberikan manfaat yang besar.

Lebih lanjut Samsuridjal menyampaikan, seseorang berusia minimal 44 tahun paling tidak telah mendapatkan vaksinasi influenza satu tahun sekali, pneumonia satu kali seumur hidup, dan imunisasi tetanus, difteri, pertusis 10 tahun sekali.

“Setiap orang, umur berapapun dia maka harus menanyakan pada dirinya sendiri terkait vaksin apa yang perlu didapatkan dan apakah sudah mendapatkannya,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Vaksin Dewasa PAPDI Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI, FINASIM menyampaikan bahwa imunisasi merupakan langkah pencegahan penyakit paling tepat dibandingkan pengobatan penyakit itu sendiri.

Pada penyakit pneumonia, terdapat risiko resistensi antibiotik di mana bakteri, virus, jamur maupun parasit tidak mampu dimatikan oleh antibiotik.

Tidak hanya itu, biaya pengobatan suatu penyakit seringkali lebih mahal ketimbang biaya untuk mendapatkan imunisasi.

“Banyak publikasi yang berhubungan dengan hitung-hitungan biaya vaksin yang kita beli dibandingkan pengobatan kalau sakit, itu biayanya jauh lebih besar kalau seseorang menderita sakit,” katanya.

Baca juga: Papdi: Vaksinasi Influenza masih sedikit dilakukan di Indonesia

Baca juga: WHO: Perluasan imunisasi selamatkan lebih dari 50 juta jiwa di Afrika

Baca juga: Kemenkes: lebih dari 1,8 juta anak belum imunisasi

 

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024