Pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menembus 5 persen.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama dan kedua tahun ini bisa lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2023.

Menurutnya, hal itu dikarenakan banyaknya peristiwa-peristiwa penting di awal tahun, seperti penyelenggaraan Pemilu 2024 dan hari libur keagamaan yang turut mendongkrak konsumsi rumah tangga.

"Masih ada kemungkinan, karena di triwulan satu dan dua 2024, kita memang banyak event, yaitu ada pemilu, long holiday sehingga daya ungkit terhadap aktivitas pertumbuhan ekonominya sudah cukup besar," ujar Riefky saat dihubungi, di Jakarta, Rabu.

Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menembus 5 persen.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama dan kedua pada 2024 lebih tinggi dari triwulan IV-2023, karena didukung permintaan domestik yang tetap kuat.

"Pertumbuhan ekonomi di triwulan I dan II tahun 2024 diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2023 didukung permintaan domestik yang tetap kuat dari konsumsi rumah tangga sejalan dengan Ramadhan dan Idul Fitri 1445 Hijriah," kata Perry.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,04 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada triwulan IV-2023.

Dalam konferensi pers virtual terkait Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan April 2024 itu, Perry menuturkan ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan di tengah meningkatnya ketidakpastian global.

Investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah.

Meski demikian, menurut dia, konsumsi rumah tangga dan investasi non-bangunan perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.

Sementara itu, kinerja ekspor barang belum kuat dipengaruhi oleh penurunan ekspor komoditas sejalan dengan harga komoditas yang turun dan permintaan dari mitra dagang utama, seperti Tiongkok, yang masih lemah.

Berdasarkan lapangan usaha (LU), sektor industri pengolahan, informasi dan komunikasi, perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi diprakirakan tumbuh kuat.
Baca juga: Wapres ingin Indonesia jadi pusat pengembangan ekonomi syariah
Baca juga: Indonesia jalin kerja sama dengan IFC untuk hadapi tantangan ekonomi

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024