Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dua pejabat yang melaporkan aset berupa mata uang kripto dengan nilai miliaran rupiah.

"Saya memeriksa LHKPN dua orang punya aset kripto miliaran. Masing-masing individu punya miliar," kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.

Mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tersebut enggan mengungkapkan dari instansi mana kedua pejabat tersebut, namun dia menerangkan dua pejabat tersebut berdinas di instansi yang berkaitan dengan urusan keuangan.

Dia juga menerangkan LHKPN tersebut adalah laporan periodik tahun 2023, yang dilaporkan pada 2024.

"Orang keuangan pokoknya, saya kan juga orang keuangan yang bekerja dekat-dekat uang. Pokoknya mereka lebih canggih," ujarnya.

Pahala mengatakan pihak KPK masih mempelajari soal detail aset dalam bentuk kripto tersebut, karena menurutnya temuan penyelenggara negara yang melaporkan aset dalam bentuk mata uang kripto adalah hal yang baru. Dia juga belum bisa memastikan apakah ada indikasi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan aset tersebut.

"Saya juga enggak mengerti, baru belajar saya, ini bener enggak sih harga (kripto) nilainya segini. Enggak tahu (apakah berasal dari TPPU atau tidak)," katanya.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian lembaga terkait mewaspadai pola baru pencucian uang, salah satunya lewat pasar aset kripto.

"Pola baru berbasis teknologi dalam TPPU perlu terus kita waspadai seperti 'crypto currency asset', virtual NFT, kemudian aktivitas pasar, electronic money, AI yang digunakan untuk otomasi transaksi dan lain lain, karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah," kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan tentang 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Istana Negara Jakarta, Rabu (17/4).

Presiden meminta agar penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU) harus dilakukan secara komprehensif.

Kepala Negara meminta agar kementerian/lembaga terkait bekerja dua atau tiga langkah lebih maju dari para pelaku TPPU, yakni melalui kerja sama internasional, memperkuat regulasi dan transparansi dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu, serta pemanfaatan teknologi.

Para pelaku TPPU, kata Presiden, terus mencari cara baru, salah satunya melalui pasar aset kripto untuk melakukan pencucian uang.

Berdasarkan laporan kejahatan kripto, Presiden memaparkan indikasi pencucian uang lewat aset kripto secara global mencapai 8,6 miliar dolar AS pada tahun 2022 atau setara Rp139 triliun.

"Artinya pelaku TPPU terus menerus mencari cara-cara baru. Nah, ini kita tidak boleh kalah, tidak boleh kalah canggih, tidak boleh jadul, tidak boleh kalah melangkah, harus bergerak cepat, harus di depan mereka. Kalau ndak, ya kita akan ketinggalan terus," katanya.

Selain tindak pidana pencucian uang, Presiden Jokowi juga meminta kementerian/lembaga mewaspadai ancaman pendanaan terorisme yang harus dicegah.

Ia juga menyinggung Undang-Undang Perampasan Aset yang telah diajukan ke DPR untuk segera disahkan.
Baca juga: KPK: Kepatuhan LHKPN periodik 2023 capai 96,18 persen
Baca juga: KPK ingatkan caleg terpilih wajib laporkan LHKPN
Baca juga: KPK apresiasi 159 instansi yang sudah 100 persen LHKPN periodik 2023

Menurut Presiden, pelaku TPPU harus bertanggung jawab dan mengembalikan uang negara atas tindak pidana yang dilakukan, dengan diperkuat melalui Undang-Undang Perampasan Aset.

"Kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat. Pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan," kata Presiden.
 

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024