Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyatakan bahwa APBN sebaiknya diarahkan untuk belanja produktif agar dapat meminimalkan dampak konflik geopolitik yang diprediksi bisa memperdalam defisit fiskal.

“Lebih baik diarahkan ke belanja produktif yang bisa menghasilkan pendapatan dari sektor bisnis dan berdampak jangka panjang, maka akan membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih sustain (terjaga),” kata Esther Sri Astuti dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, berbagai konflik geopolitik yang terjadi dapat meningkatkan harga minyak dunia. Hal tersebut kemudian dapat mendorong penambahan biaya transportasi dan logistik, sehingga menaikkan harga berbagai komoditas.

Ia menyatakan bahwa efek domino dari peningkatan harga minyak tersebut dapat membuat anggaran pemerintah membengkak dan mengurangi ruang fiskal (fiscal space) APBN.

“Dengan adanya kenaikan harga minyak ini diprediksi akan ada defisit fiskal sebesar 2 hingga 3 persen,” ujar Esther dalam diskusi daring bertajuk “Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global” tersebut.

Ia menuturkan bahwa pemerintah sebaiknya juga memperkuat fundamental ekonomi nasional dengan meningkatkan ekspor dari komoditas non-migas serta menaikkan devisa negara dari berbagai sektor alternatif, seperti pariwisata.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa Indonesia juga perlu mengurangi ketergantungan terhadap pihak asing agar perkembangan situasi global tidak akan berdampak signifikan kepada perekonomian dalam negeri.

“Kalau kita semakin tergantung, maka ada shock sedikit dari global, shock variable dari luar, itu kita akan lebih rentan (terkena dampak negatif),” ucapnya.

Baca juga: INDEF: Perlu ada studi sosiologi optimalkan potensi ekonomi syariah

Baca juga: Indef: Pelaku usaha infrastruktur perlu antisipasi konflik Iran-Israel


Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2024