Jakarta (ANTARA News) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta stasiun televisi Trans TV menghentikan penayangan sinetron "Selebriti Juga Manusia" (SJM) karena dinilai dapat menjadi ajang pembunuhan karakter dalam kehidupan nyata ataupun penyebaran fitnah melalui sebuah tontonan yang seolah-olah bersifat fiktif. Melalui surat peringatan bernomor 349/2006 yang diterima ANTARA News di Jakarta, Jumat, lembaga tersebut menilai program semacam SJM mengandung cacat etik karena secara sengaja berusaha menyiasati prinsip akurasi, keberimbangan, dan objektivitas dalam menyampaikan informasi. "Program yang ide ceritanya diangkat dari sebuah kasus kontroversi yang sifatnya pribadi dari sosok selebriti ini memiliki tendensi untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu dan sebagai ajang pembunuhan karakter," kata Koordinator Pemantauan Isi Siaran KPI Pusat, Ade Armando. Meskipun dalam penayangannya dinyatakan bahwa sinetron tersebut merupakan tayangan fiksi, namun sangat jelas program itu adalah visualisasi dan dramatisasi kisah nyata. Dikatakannya, pihak Indika Entertainment selaku produser pernah mengakui bahwa konsep sinetron "SJM" memang kisah orisinil dari kehidupan para selebriti dengan nama karakter yang dibuat mirip tokoh yang terlibat dalam kasus kontroversial dalam kehidupan nyata. "Dengan mengambil format seperti itu, SJM dinilai tak hanya sekedar sinetron hiburan fiksi tapi juga program informasi yang memuat dramatisasi kehiduapn nyata," katanya. Menurut Ade Armando, SJM seharusnya tunduk pada prinsip-prinsip dasar tentang akurasi informasi, keberimbangan dan objektifitas, namun dalam program itu terlihat jelas terdapat pihak-pihak utama yang terkait dengan kisah nyata tersebut tidak mendapat tempat penjelasan ataupun dimintai izin. Salah satu contoh episode "SJM" yang dinilai KPI melanggar prinsip-prinsip tersebut yakni berjudul "Selingkuh, Politik dan Penjahat Kelamin" yang ditayangkan Trans TV pada 6 Agustus 2006. Dalam episode tersebut terdapat tokoh bernama Gustaf yang diperankan Gusti Randa, Mia (Nia Paramitha) dan Sutrisno Bahar (yang dapat diasosiasikan dengan Sutrisno Bahir, dan sebuah partai bernama PAM (diasosiasikan dengan PAN). Dengan menjadikan kisah nyata tersebut seakan-akan cerita fiksi, menurut KPI, Indika Entertainment berniat menyiasati prinsip jurnalistik yang menjadi standar pengaturan informasi faktual. KPI Pusat juga menyayangkan pihak Trans TV tidak menyerahkan sinetron tersebut ke Lembaga Sensor Film sebelum ditayangkan, namun baru diserahkan ke LSF pada 6 Agustus 2006 atau tiga hari setelah episode tersebut disiarkan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006