...perpu untuk menyelamatkan MK sepertinya reaktif dan berlebihan."
Semarang (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Rahmat Bowo menilai belum perlu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi.

"Bicara perpu, memang hak prerogatif Presiden. Tetapi, kan ada ihwal kegentingan yang memaksa untuk itu (perpu, red.)," katanya di Semarang, Senin, menanggapi rencana Presiden mengajukan perpu untuk penyelamatan MK.

Pengajar Fakultas Hukum Unissula itu mengatakan sejauh ini belum ada kegentingan memaksa yang terjadi sampai memerlukan perpu karena persoalan terkait MK bukan menyangkut institusi dan sistem, tetapi bersifat personal.

Ia menjelaskan MK selama ini dikenal sebagai lembaga tinggi yang paling bersih, tetapi kemudian tercoreng karena tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan suap.

"Rencana perpu itu patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian Presiden, tetapi dari sisi penafsiran adanya kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan perpu berkaitan dengan MK belum atau tidak memenuhi," katanya.

Menurut dia, MK selama ini sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan perundang-undangan dan menyelesaikan sengketa pilkada tanpa ada masalah sehingga lembaga dan sistemnya baik-baik saja.

"Kalau sekarang ini ketuanya (Akil Mochtar, red.) tertangkap, jangan kemudian diperlebar persoalannya dengan menyalahkan lembaganya, yakni MK. Persoalannya kan pada Pak Akil sebagai personal, bukan lembaganya," katanya.

Rahmat menjelaskan yang perlu dilakukan sekarang adalah menyelesaikan persoalan yang menimpa Akil Mochtar dengan mengadili yang bersangkutan secara benar jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.

"Apakah dengan diadilinya Akil Mochtar secara benar, MK akan tetap berjalan? Saya pikir tetap, tidak ada masalah. Kalau kemudian sampai ada perpu untuk menyelamatkan MK sepertinya reaktif dan berlebihan," katanya.

Ia memang menyetujui sejumlah poin untuk perbaikan MK dalam jangka panjang, seperti pengetatan rekrutmen hakim konstitusi, tetapi dalam waktu dekat yang perlu difokuskan adalah proses hukum Akil Mochtar.

"Dari dulu, MK dikenal lembaga yang paling bersih. Tidak ada apa-apa. Kan baru sekarang ini saja dengan ditangkapnya Akil Mochtar. Persoalannya berarti bukan pada lembaga dan sistemnya, tetapi personalnya," kata Rahmat. (*)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013