Jakarta (ANTARA News) - Direktur Cipta Terang Abadi (PT CTA) Yudi Setiawan menyebut Ketua Komisi IV asal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy menerima uang 130 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,3 miliar.

"Saya membayar ke Romi, Ketua Komisi IV untuk paket jagung melalui perintah Elda (Devianne Adiningrat), dana diserahkan ke Deny Adiningrat dan Denny Amin sebesar 130 ribu dolar AS di Singapura," kata Yudi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Yudi menjadi saksi dalam sidang suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq.

Romi yang dimaksudkan adalah Ketua Komisi IV sekaligus Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy sedangkan Denny Amin adalah salah satu direktur anak perusahaan milik Yudi PT Sang Hyang Seri, sementara Deny Adiningrat dan Elda adalah komisaris PT Radina Niaga Mulia yang bermitra dengan perusahaan milik Yudi.

"Saya menyerahkan pada Maret saat proyek jagung belum lelang karena saat itu Elda mengatakan ingin pinjam saja untuk bibit benih, dan setelah masa jatuh tempo tidak dibayar, saya telusuri ternyata dibayarkan ke Komisi IV," ungkap Yudi.

Paket tender bibit jagung yang ingin dimenangkan Yudi adalah paket jagung bernilai Rp36 miliar dan Rp27 miliar sedangkan paket bibit kopi nilai pagu anggaran Rp38 miliar.

Namun Denny Adiningrat yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut membantah bahwa menerima uang dari Yudi dan diberikan kepada Romi.

"Saya bicara dengan Yudi, dia sangat tertarik dengan pekerjaan proyek tersebut, saya sebenarnya tidak terima uang langsung tapi karena saya disuruh menjalankan jadi saya ke suatu kota," kata Denny.

Kota tersebut memang diakui Denny sebagai Singapura, ia pergi bersama dengan Denny Amin.

"Saya dan Pak Denny bertemu dengan Pak Saiful, anggota Komisi IV, tidak ada Romi," jawab Denny.

Syaiful yang dimaksud Denny adalah Syaifullah Tamliha dari Komisi IV asal fraksi PPP sekaligus Wakil Bendahara Umum PPP.

"Hanya bicarakan mengenai proyek, dan tidak ada pemberian sesuatu," ungkap Denny.

Ketua Majelis Hakim Gusrizal pun mempertanyakan perbedaan keterangan antara Denny dan Yudi.

"Mana yang benar ini? Mana yang saya pegang?" tanya Gusrizal.

"Ini ada perintah dari Elda untuk berangkat ke Singapura untuk menyerahkan uang," jawab Yudi.

"Jadi ada perintah dari Elda?," tanya Gusrizal.

"Tidak ada," jawab Denny.

"Saya bisa buktikan, ada Denny Amin, melalui rekeningnya, dana dikirim dari istri saya ke Denny," ungkap Yudi.

"Jadi ada bukti transfer?" tanya Gusrizal.

"Tidak ada, tapi ada foto brangkasnya, jadi Denny memesan kamar di salah satu hotel di Singapura, kemudian istri saya menyusul ke Singapura, Denny sebelumnya sudah mengontak istri saya tentang kamar dan hotel karena janjinya uang 130 ribu dolar AS ditaruh di brangkas hotel Denny yang kuncinya sudah diberikan ke Denny," jelas Yudi.

"Tapi apakah melihat penyerahan uang ke Romi? Ini harus jelas, jangan bawa-bawa nama orang!" tegas Gusrizal.

"Saya hanya bertemu dengan Pak Syaiful bersama dengan Denny Amin, Romi tidak ikut, setelah saya bertemu dengan istrinya Pak Yudi, saya diberikan kunci kamar, kunci itu berbeda kamar dengan saya, katanya kunci itu tolong diberikan kepada orangnya Pak Syaiful, kemudian kunci itu saya serahkan ke orangnya Pak Syairul," jelas Denny.

Denny pun mengaku tidak mengetahui isi kamar tersebut.

"Tapi apakah Elda menyampaikan akan ada penyerahan uang?," tanya anggota majelis hakim I Made Hendra.

Ada disampaikan, tapi saya saya tidak tanya jumlahnya, saya hanya memberikan kunci, tapi bisa saya pastikan di kamar itu ada isinya uang," jawab Denny.

Sayang setelah Yudi menyerahkan uang tersebut, Yudi tidak memperoleh proyek tersebut.

Dalam perkara ini, Luthfi didakwa melakukan korupsi dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar, sekaligus pasal Tindak Pidana Pencucian uang sehingga terancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013