Jakarta, 2/10 (ANTARA) - Mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Prospek bisnis ini dinilai juga semakin berkembang di masa mendatang. Tercatat, peningkatan permintaan perhiasan mutiara dan harganya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun telah mengambil kebijakan untuk memberi dukungan penuh terhadap komoditi mutiara. Di antaranya, pembangunan Broodstock Center Kekerangan di Karang Asem, Bali. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo ketika membuka Indonesian Pearl Festival (IPF) 2013, di Jakarta, Selasa (2/10).

Sharif menegaskan, KKP optimis dapat meningkatkan nilai ekspor mutiara mengingat Indonesia memiliki dan menguasai faktor-faktor pendukung, seperti areal budidaya, tenaga kerja, peralatan pendukung dan teknologi. Selain pembangunan Broodstock Center kekerangan, KKP juga memberi dukungan kebijakan membentuk Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi di bawah Ditjen P2HP-KKP. Ketiga, membentuk Sub Komisi Mutiara Indonesia pada Komisi Hasil Perikanan di bawah koordinasi Ditjen P2HP. Keempat, mendorong terbitnya Standar Nasional Indonesia (SNI) mutiara yang sekarang telah terbit (SNI 4989:2011). “Terbitnya SNI mutiara (SNI 4989:2011) akan digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure Grading mutiara dan akan ditindak lanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL),” jelasnya.

Kebijakan kelima, tambah Sharif, adalah dukungan promosi. Di mana dalam rangka mempromosikan Mutiara Laut Selatan atau South Sea Pearls (SSP) Indonesia, KKP bekerjasama dengan ASBUMI setiap tahun menyelenggarakan Indonesia Pearls Festival sebagai salah satu media untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, serta pemasaran mutiara di pasar domestik maupun internasional. Di samping itu, untuk melindungi para produsen mutiara Indonesia, KKP telah mengeluarkan Peraturan Menteri KP No. 8 tahun 2013 tentang Pengendalian Mutu Mutiara yang masuk ke dalam wilayah Negara RI. Peraturan Menteri tersebut saat ini sedang dalam sosialisasi ke publik dan notifikasi bagi negara-negara eksportir. “Dalam penguatan pemasaran luar negeri, KKP bersama Kementerian Perdagangan juga sedang menyusun Peraturan Menteri tentang Pengendalian Mutiara yang keluar dari Wilayah Negara RI,” ujarnya.

Untuk memfasilitasi promosi dan pemasaran serta peningkatan kualitas mutiara, KKP telah membangun "Rumah Mutiara Indonesia" sebagai Pusat Promosi Pemasaran dan Lelang Mutiara, yang berada di areal Bandara Internasional Lombok (BIL) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Lebih dari itu, dalam rangka meningkatkan nilai tambah, KKP juga  mendorong penerapan blue economy model dalam pengembangan usaha mutiara. Di mana, di samping memanfaatkan butiran mutiara untuk perhiasan, daging untuk dikonsumsi, dan pemanfaatan kulit kerang untuk kerajinan perhiasan dan kekerangan. Di samping itu, untuk menghindari konflik masyarakat, KKP telah menginisiasi penyusunan serta penataan tata ruang wilayah pesisir dan zonasi.

Penguatan Branding

Dalam rangka penguatan branding South Sea Pearl Indonesia di pasar internasional, KKP mendorong terbitnya buku Indonesian South Sea Pearls. Untuk itu, pada  Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC ke 21 tahun 2013 di Bali tanggal 6-7 September 2013, sebagai bagian dari kegiatan APEC’s Women Inspiring Program, pada tanggal 7 September 2013 bertempat di Ayodya Resort, Nusa Dua Bali telah dilakukan Pre Launching Indonesian South Sea Pearls Book yang ditulis Ibu Ingrid Mutiara Sutardjo dan Nunik Anurningsih. Acara ini dihadiri Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Linda Amalia Sari dan Kimora Lee Simmons serta 21 Kepala Delegasi dan Delegasi Wanita APEC setingkat Menteri Sektoral atau pejabat tinggi. Sebagai rangkaian kegiatan Indonesian Pearl Festival 2013, pada hari Kamis besok tanggal 3 Oktober 2013 juga akan dilakukan Peluncuran buku Indonesian South Sea Pearls.

Indonesia merupakan penghasil South Sea Pearls (SSP) yang berasal dari kerang Pinctada maxima baik dari alam maupun hasil budidaya. Sentra pengembangan Pinctada maxima di Indonesia tersebar di beberapa daerah yaitu Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Mutiara SSP Indonesia memiliki keunikan, berupa warna maupun kilaunya yang mempesona dan abadi sepanjang masa, sehingga sangat digemari di pasar internasional, dan biasanya diperdagangkan dalam bentuk loose dan jewelery. “Pada Nopember 2013, akan diselenggarakan Lombok Sumbawa Pearl Festival (LSPF) 2013 di kawasan Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Acara ini diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ASBUMI dan KKP sekaligus peresmian Rumah Mutiara Indonesia serta lelang mutiara yang diikuti para buyers dari dalam dan luar negeri,” katanya.

Sharif menambahkan, nilai perdagangan mutiara masih dapat ditingkatkan dengan cara mengembangkan dan memperkuat program perbaikan kualitas mutiara, penguatan branding dan mekanisme pemasaran. Di antaranya melalui promosi intensif seperti kegiatan Indonesian Pearl Festival 2013 sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing mutiara Indonesia dan meningkatkan kinerja ekspor mutiara Indonesia. Apalagi dari segi volume, Indonesia merupakan produsen South Sea Pearl terbesar di dunia dengan memasok 43% kebutuhan dunia, sedangkan dari sisi nilai perdagangan Indonesia menempati urutan ke-9 dunia dengan nilai ekspor US$29,5 juta atau 2,07% dari total ekspor seluruh jenis mutiara di dunia yang mencapai US$1,4 miliar, di bawah Hongkong, China, Jepang, Australia, Tahiti, USA, Swiss dan Inggris. “Negara tujuan ekspor mutiara Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Australia, Korea Selatan, Thailand, Swiss, India, Selandia Baru dan Perancis,” tutupnya.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan


Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013