Misalnya yang saya suka temukan kadang-kadang di daerah pelosok. Bukan orang tuanya gak punya uang. Orang tuanya punya uang. Tapi ayahnya bisa merokok, ibunya masih bisa cicil perabot. Maaf ya
Jakarta (ANTARA) - Ahli gizi masyarakat Dr dr Tan Shot Yen M Hum mengatakan, makanan dan pola asuh adalah dua faktor penyebab masalah gizi pada anak-anak Indonesia.

"Jadi Indonesia ini punya tiga masalah nih. Jadi overweight, underweight, dan defisiensi mikronutrien. Misalnya kekurangan zat besi saja," kata Tan dalam siniar "Kemencast #63 - Gizi Tepat Berdasarkan Usia", yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Kamis.

Sebagai contoh, dia menjelaskan bahwa anak-anak yang kekurangan zat besi rentan terkena infeksi, yang berujung pada penurunan nafsu makan. Ketika nafsu makannya buruk, akhirnya anak itu diberikan makanan apa saja asal mau dimakan. Dia menilai hal ini akan semakin memperparah gizi anak itu.

Dia juga memberikan contoh lain, yaitu stunting, yang menurutnya bukan masalah Kementerian Kesehatan saja, namun semua orang, untuk berkontribusi melalui pemberian edukasi.

"Misalnya yang saya suka temukan kadang-kadang di daerah pelosok. Bukan orang tuanya gak punya uang. Orang tuanya punya uang. Tapi ayahnya bisa merokok, ibunya masih bisa cicil perabot. Maaf ya," katanya.

Menurutnya, orang tua perlu melakukan pengelolaan keuangan yang baik agar dapat membeli panganan lokal yang dinilai lebih terjangkau dibandingkan makanan kemasan. Dia menilai Indonesia kaya akan bahan makanan yang sehat yang dapat dikreasikan tiap harinya.

Selain itu, katanya, mereka perlu memahami dan mempelajari cara memberikan makanan yang dapat diterima oleh sang anak. Misalnya pada beberapa anak, memberikan makan dengan tangan, bukan dengan sendok. Dia mencontohkan, ada anak-anak yang trauma ketika melihat sendok, karena pernah diberikan obat dengan sendok, atau sendok tersebut menghantam gigi anak.

dr Tan juga mengatakan orang tua dan keluarganya perlu memberikan contoh dalam memakan makan-makanan yang sehat, agar dapat ditiru oleh anak-anak.

Adapun untuk makanan, katanya, perlu diperhatikan kecukupan gizi sesuai umur anak. Misalnya, pada umur 0 sampai enam bulan diberikan ASI, dan setelahnya diberikan beserta makanan pendampingnya.

"Teksturnya benar atau tidak, dimasak dengan benar atau tidak, dan yang ketiga tentu saja cara pemberian makannya. Jadi PMBA -Pemberian Makanan Bayi dan Anak- itu sangat berkaitan dengan anaknya, makanannya," katanya.

Dia juga menilai, orang tua dapat menyesuaikan kecukupan gizi yang terkandung dalam konsep Isi Piringku dengan umur anak. Misalnya, ketika anak masih tumbuh dan berkembang, mereka membutuhkan lebih banyak protein hewani.

"Tetapi protein hewani saja tidak cukup. Jadi harus ada kecukupan proporsional antara makanan pokok, sayur, buah, dan tentu saja protein. Nah, cuma begitu dia sudah mulai masuk usia sekolah dan remaja, maka tentu keragaman makanannya menjadi lebih banyak," katanya.

Isi Piringku adalah konsep dari Kementerian Kesehatan, yang mana menggambarkan 50 persen dari porsi makanan seseorang terdiri atas sayur dan buah-buahan, dan 50 persen sisanya adalah karbohidrat dan protein. Selain itu, Isi Piringku juga menekankan pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak.

Menurut Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, masalah gizi tertinggi adalah stunting atau tengkes dengan angka 21,6 persen, berat badan kurang (underweight) pada 17,1 persen, wasting atau gizi kurang sebanyak 7,7 persen, dan kelebihan berat badan (overweight) sebanyak 3,5 persen.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024