Balikpapan (ANTARA News) - Direktur Citra Publik Indonesia-Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network, Hanggoro Doso Pamungkas menyebutkan jumlah warga yang tidak memanfaatkan hak pilihnya atau golput dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim mencapai 45 persen.

"Hampir 46 persen, padahal dari survai awal kita hanya prediksikan paling tinggi golput 35 persen," kata Hanggoro, Kamis (12/9).

Jumlah warga yang memiliki hak pilih dalam Pilgub Kaltim adalah 2,7 juta jiwa dari 3,5 juta penduduk Kaltim dan Kalimantan Utara. Itu berarti sekitar 1,2 juta orang tidak turut dalam coblosan tanggal 10/9 lalu.

Menurut Hanggoro, angka golput itu naik 3 persen dari pilgub 2008.

Golput atau golongan putih, adalah masyarakat yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, namun sedemikian rupa secara sadar tidak memilih atau membuat hak pilihnya tidak efektif.

Pada Pilgub 2008, angka golput sudah mencapai 43 persen. Angka partisipasi, atau jumlah warga yang sekurangnya berpartisipasi agar hasil pemilu ini sah adalah 60 persen atau 1,35 juta orang.

Fenomema golput terutama terjadi di kota-kota besar, tak terkecuali di kota-kota besar Kalimantan Timur seperti Balikpapan, Samarinda, termasuk juga di Tarakan di Kalimantan Utara.

Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan animo masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilgub begitu rendah.

"Publik enggan datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) karena merasa pilgub ini bukan bagiannya, bukan kepentingannya, mereka menganggap ini hanya kepentingan elite. Publik tidak optimistis untuk memilih di daerah," jelas Hanggoro.

Hanggoro juga menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) harusnya tidak hanya sekadar menyampaikan undangan saja.

Mereka semestinya juga memberikan pendidikan politik ke masyarakat.

"Seperti yang kita lihat selama ini, sekadar hanya mempublikasi saja, tapi sebenarnya harus ada juga pendidikan bagi masyarakat," kata Hanggoro.

Menurut Hanggoro, masyarakat harus disadarkan bahwa merekalah yang sebenarnya menentukan pembangunan. Masyarakat bukan objek dalam pilgub, tetapi subyek.

Di sisi lain, Hanggoro juga menyebutkan, bahwa kini golput adalah kecenderungan nasional. Masyarakat Indonesia sudah banyak yang menganggap pemilu hanyalah sekadar ritual politik tidak bermakna karena kemudian calon terpilih dari pemilu itu tidak membuat perubahan yang berarti untuk kemakmuran masyarakat.

Secara terpisah, Hetifah Sjaifudian, anggota DPR RI dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan Kalimantan Timur, mengakui bahwa apa yang terjadi di lembaga perwakilan rakyat di berbagai tingkatan memang berpotensi membuat masyarakat menjadi apatis.

"Ini jadi peringatan bagi kita semua bahwa masyarakat makin cerdas dan menuntut wakil-wakilnya, juga pemerintah, bekerja dengan sungguh-sungguh untuk kesejahteraan rakyat," demikian Hetifah. (NVA/A041)

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013