The Fed cenderung berhati-hati dan mengkhawatirkan dampak suku bunga tinggi pada ekonomi
Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova menyatakan rupiah bergerak stagnan karena dipengaruhi yield obligasi Amerika Serikat (AS) yang menurun serta wait and see para investor menjelang rilis data inflasi Consumer Price Index (CPI) AS.

"Data inflasi CPI AS akan rilis malam ini. Prediksi data inflasi CPI AS per September 2023 turun menjadi 3,6 persen (dari bulan sebelumnya 3,7 persen)," ujar dia ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.

Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah bergerak stagnan 0 poin atau 0 persen menjadi Rp15.700 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.700 per dolar AS.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis justru menguat ke posisi Rp15.702 dari sebelumnya Rp15.710 per dolar AS.

Menurut analis pasar mata uang Lukman Leong, posisi rupiah yang sempat menguat ke posisi Rp15.967 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.700 per dolar AS karena risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang sedikit less hawkish. Namun, dia telah mengingatkan bahwa penguatan rupiah akan terbatas.

"Dolar AS sedikit melemah setelah pada risalah pertemuan FOMC menunjukkan The Fed cenderung berhati-hati dan mengkhawatirkan dampak suku bunga tinggi pada ekonomi," kata Lukman.

Artinya, The Fed hanya melihat tingkat suku bunga acuan AS saat ini sudah cenderung cukup untuk menurunkan inflasi. Karena itu, investor sedang wait and see menantikan data inflasi CPI AS malam ini.

Baca juga: Analis: Rupiah akan bergerak datar dengan cenderung menguat hari ini
Baca juga: Rupiah pada Kamis pagi menguat jadi Rp15.697 per dolar AS
Baca juga: Rupiah menguat karena pernyataan "dovish" The Fed terkait suku bunga


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023