Singapura (ANTARA) - Harga minyak “rebound“ di perdagangan Asia pada Kamis sore, setelah jatuh di sesi sebelumnya karena pasar mengalihkan perhatian mereka kembali ke prospek pasokan minyak mentah yang lebih ketat untuk sisa tahun 2023, dengan permintaan akan tetap kuat hingga tahun depan.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 54 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 92,42 dolar AS per barel pada pukul 06.30 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga naik 54 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 89,06 dolar AS.

Kekhawatiran akan kekurangan pasokan mendasari harga minyak karena produsen “dengan tegas mempertahankan produksi yang dibatasi”, kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova.

Perpanjangan pengurangan produksi minyak oleh Arab Saudi dan Rusia hingga akhir tahun 2023 akan berarti defisit pasar yang besar hingga kuartal keempat, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pada Rabu (13/9/2023), karena negara-negara tersebut terjebak oleh perkiraan pertumbuhan permintaan tahun ini dan tahun depan.

Kurangnya pemotongan pada awal tahun 2024 akan menggeser keseimbangan menjadi surplus, kata badan tersebut, meskipun badan tersebut menambahkan bahwa stok akan berada pada tingkat yang sangat rendah.

Di tempat lain, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Selasa (12/9/2023) mempertahankan perkiraannya mengenai pertumbuhan kuat permintaan minyak global pada tahun 2023 dan 2024.

“Pasar minyak terlihat sangat ketat dalam dua hingga tiga kuartal ke depan karena kendala pasokan masih ada di tengah kuatnya permintaan,” kata analis di ANZ Research.

“Kami memperkirakan risiko geopolitik yang sedang berlangsung dan latar belakang ekonomi yang tidak menentu akan menyebabkan Arab Saudi mempertahankan pengurangan produksi hingga kuartal pertama tahun 2024,” tambah mereka.

Kedua harga acuan tersebut menyentuh level tertinggi dalam 10 bulan pada Rabu (13/9/2023), sebelum data menunjukkan peningkatan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS yang mengkhawatirkan pasar terhadap permintaan.

Persediaan minyak mentah AS naik 4 juta barel pada pekan lalu, mengacaukan ekspektasi para analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan 1,9 juta barel. Persediaan bahan bakar juga meningkat lebih dari yang diperkirakan karena kilang-kilang meningkatkan aktivitasnya.

Dari sisi ekonomi, data inflasi AS yang terbaru memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga pada minggu depan dan dapat memperpanjang jedanya lebih lanjut.

Suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya pinjaman bagi dunia usaha dan konsumen, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak, sehingga jeda kenaikan suku bunga lebih lanjut akan dipandang sebagai hal positif bagi pasar minyak.

Baca juga: Emas jatuh karena inflasi AS naik, tapi bertahan di atas 1.900 dolar
Baca juga: Dolar menguat setelah inflasi AS naik, tapi tidak ubah ekspektasi Fed
Baca juga: Euro bangkit dari level terendah 3 bulan di Asia jelang keputusan ECB

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023