Sukabumi (ANTARA) -
Pegiat Pemilu Wahidah Suaib ingin mengajak para K-popers atau penggemar Korean Pop dalam menyosialisasikan Pemilu 2024.

Menurut dia, para K-popers memiliki kekuatan tagar di media sosial dan juga mampu membuat tren mengenai artisnya.

"Kekuatan the power of hastag itu penting dilihat oleh Bawaslu RI sebagai sebuah peluang begitu," kata Ida dalam Media Gathering Bawaslu Tahun 2023 di Caldera Adventure Rafting and Resort Sukabumi, Jawa Barat, Jumat.

Hal inilah yang membuat mantan anggota Bawaslu itu melihat para K-popers mempunyai potensi dalam menyosialisasikan pemilu.

Berdasarkan laporan Twitter pada 2022, Indonesia menempati urutan teratas untuk jumlah cuitan K-pop terbanyak selama dua tahun berturut-turut. Pasalnya, ada sebanyak 7,8 miliar cuitan global yang menggunakan tagar #KpopTwitter.

Angka ini juga melebihi tahun sebelumnya, yakni sebesar 6,7 miliar cuitan. Melihat jumlah mereka yang besar, kata Ida, para K-popers layak untuk dirangkul demi menyukseskan Pemilu 2024.

"Sebenarnya kalau mampu merangkul koordinasi fandom dan betul-betul bermitra dalam mendorong partisipasi masyarakat, mendorong pencegahan pelanggaran antipolitik uang. Saya rasa itu sesuatu yang baik untuk negara kita, saya rasa mereka tidak akan keberatan," ujarnya.

Selain itu, ia menilai para K-popers memiliki solidaritas yang tinggi. Ini terbukti dari kemampuan mereka mengadvokasi Undang-Undang Cipta Kerja.

Adapun tren mengenai peraturan tersebut dipengaruhi oleh para K-popers yang sangat intens membuat tagar terkait isu tersebut dan telah disepakati untuk ditrendingkan. Kefanatikan para K-popers terhadap fandomnya selama ini dinilai memiliki dampak positif.

Ia pun mencontohkan penggemar Super Junior yang bernama ELF. Penggemar salah satu boy band dari Korea Selatan itu setiap Hari Ulang Tahun Suju melakukan aktivitas sosial, salah satunya menggalang donasi di seluruh dunia untuk membangun 16 sekolah di Afrika.

"Jadi, mereka bisa untuk aktivitas sosial, aktivitas politik begitu," ujar Ida.

Saat disinggung oleh awak media bahwa K-popers merupakan penggemar yang tak ingin ikut dipolitisasi, Ida menuturkan bahwa politisasi itu biasanya untuk kepentingan politik tertentu, sementara menyosialisasikan Pemilu 2024 bukanlah kepentingan politik.

Ia menjelaskan apabila ada suatu partai politik yang mengundang K-popers tentu akan rawan terhadap kepentingan tertentu.

Kendati demikian, para K-popers ini diundang oleh lembaga negara yang mana merupakan penyelenggara pemilu. Salah satu mandatnya adalah memperkuat partisipasi politik.

"K-popers kan warga negara yang juga punya hak memilih. Dia menjadi bagian strategis untuk kemudian melibatkan baik dalam pendidikan politik dalam pengawasan pemilu," ujarnya.

Ida menegaskan para K-popers tidak perlu memantau jalannya pemilu, akan tetapi cukup menjadi teman kolaborasi Bawaslu dalam menyosialisasikan pesan pemilu.

"Pesan antipolitik uang, pesan untuk pemilih cerdas memilih dan melihat calonnya. Itu kan tidak ada masalah karena tidak ada politisasi yang merujuk pada kelompok kepentingan tertentu atau kekuatan tertentu," pungkas dia.
 

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023