Hilirisasi produk pertanian dan perikanan tidak bisa ditawar dan ditunda lagi. Kita tidak bisa lagi hanya memproduksi dan menjual bahan baku, bahan mentah, apalagi menjadi komoditi ekspor. Sangat rugi kita
Bandarlampung (ANTARA) - Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin mengatakan hilirisasi produk pertanian dan perikanan merupakan kunci peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan pada masa depan.

Menurut senator asal Lampung itu, peningkatan produktivitas hasil pertanian, perkebunan, dan nelayan, melalui terobosan dan penerapan iptek, serta pemenuhan sarana prasarana produksi, harus berjalan secara simultan dengan hilirisasi produk.

"Hilirisasi produk pertanian dan perikanan tidak bisa ditawar dan ditunda lagi. Kita tidak bisa lagi hanya memproduksi dan menjual bahan baku, bahan mentah, apalagi menjadi komoditi ekspor. Sangat rugi kita," katanya pada Training Of Trainers (TOT) bagi widyaiswara, dosen, guru, dan penyuluh pertanian di Lampung, Rabu.

Ia mengatakan selama masih bertumpu pada produk dasar bahan mentah maka petani dan nelayan akan tetap miskin. Selain kepemilikan lahan yang semakin sempit, produktivitas petani juga rendah, ditambah masih ada masalah sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan.

"Program hilirisasi produk pertanian dan perikanan ini sejalan dengan gerak cepat Presiden Jokowi yang terus memacu hilirisasi di berbagai sektor, utamanya sektor tambang. Diawali hilirisasi pada pengolahan emas dengan pembangunan smelter, berlanjut ke nikel dan menyusul bauksit," katanya.

Untuk produk pertanian dan perikanan, lanjut dia, Presiden sudah sejak lama memberi perhatian khusus, hanya saja implementasinya serba lambat karena pelaku industri nampaknya nyaman dengan bermain di produk produk dasar dan bahan mentah.

Bustami memberi contoh pada singkong dimana pengolahan singkong yang sebagian besar dikelola industri besar masih bertumpu pada produk tapioka. Produk turunan yang lain nyaris belum muncul. Sementara industri kecil dan rumah tangga juga belum banyak bermain pada produk singkong.

Baca juga: Kementan gencarkan hilirisasi singkong bernilai jual tinggi

"Padahal kita tahu singkong selain bisa diolah menjadi gaplek, tapioka, dan pati termodifikasi juga bisa diolah menjadi bioethanol, dextrime, juga sarbitol yang bernilai ekonomi tinggi," katanya. 

Lampung juga, lanjutnya, memiliki komoditi tebu, salah satu yang terbesar di Indonesia. Namun hilirisasi tebu juga belum jalan. Sebagian besar pabrik gula baru memproduksi Gula Kristal Putih (GKP). Padahal bila diproses lebih lanjut bisa menjadi bioethanol. Ampas tebu bisa diolah untuk memproduksi listrik.

Kalau saja hilirisasi produknya berjalan dan mampu menghasilkan produk yang memiliki nilai tinggi, maka akan mendongkrak peningkatan devisa daerah dan negara, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan mendongkrak kesejahteraan petani.

"Tentu, program hilirisasi ini tidak bisa jalan begitu saja. Pemerintah daerah, pelaku industri, dan masyarakat petani tidak bisa jalan sendiri. Sinergitas dan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan menjadi keniscayaan. Hilirisasi dijalankan secara bersama dengan berbasis pada hasil riset, penelitian, dan berbagai kajian yang berkualitas," katanya. Pada tahap ini, lanjutnya, peran perguruan tinggi, BRIN dan lembaga lain menjadi sangat strategis.

Tentu selaku anggota DPD RI mewakili masyarakat Lampung, Bustami siap untuk terus mendorong dan mengawal program hilirisasi ini bisa segera diwujudkan. Karena hanya dengan program hilirisasi ini maka produk produk unggulan Lampung akan menjadi lebih bernilai.

Baca juga: Mentan perkuat hilirisasi komoditas hortikultura
Baca juga: Wamentan dorong pemda bentuk perusda hilirisasi produk pertanian




 

Pewarta: Triono Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023