Bengkulu  (ANTARA News) - Hampir setiap hari terutama sore kawasan Pantai Panjang Kota Bengkulu selalu dikunjungi warga sekitar atau dari daerah lain.

Pengunjung yang datang ke Provinsi Bengkulu selain mendatangi Rumah Bung Karno kala pengasingan dan Benteng Marlborough, belum lengkap kalau tak ke kawasan pantai itu.

Pantai Panjang tersebut sekitar tujuh kilometer dan menghadap ke Laut Indonesia sekaligus Lautan Hindia, sehingga gelombang dan arusnya cukup deras.

Akibatnya, pemerintah setempat melarang pengunjung untuk mandi atau bermain di dalam air, kecuali ada tempat-tempat khusus.

Kala malam manakala suara bising kendaraan tak terdengar, suara deburan ombak di pantai itu terdengar hingga beberapa kilometer.

Meski ombaknya yang besar, namun pantainya cukup menarik untuk dikunjungi lantaran sejumlah pohon terutama cemara dan pinus berdiri bagaikan pagar dan membuat udara kian sejuk.

Sepanjang pantai itu pula terdapat penjual aneka makanan dan minuman seperti kelapa muda, jagung bakar, ikan bakar serta mie instan.

Pedagang pun menyediakan kursi dan meja untuk pembeli, yang langsung menghadap laut.

Pengunjung yang menikmati es kelapa muda yang wadahnya masih di kelapa itu sendiri, bisa memilih tambahan gula baik gula pasir maupun gula merah.

Pengunjung mayoritas adalah muda-mudi yang memanfaatkan lokasi untuk bercengkerama, memadu kasih atau sekedar berfoto.

Tak jarang, beberapa lokasi di Pantai Panjang digunakan sebagai tempat pemotretan "sebelum nikah" yang kini digemari oleh calon pengantin.

Pada hari Minggu atau libur nasional, pengunjung kian ramai termasuk dari luar kota tersebut.

Warga selain menikmati deburan ombak, berfoto, naik delman menelusuri pantai, juga bersepeda dengan sistem sewa menelusuri pantai yang telah dibuatkan jalur khusus oleh pemerintah setempat.

Terkait makanan dan minuman, ada pula yang berbeda yakni gorengan yang dijajakan kaum perempuan.

"Ayo Bang, Ayuk, ado ikan beledang," kata Wati, salah seorang penjaja makanan menggunakan semacan baki.

Selain ikan beledang yang mungkin bisa juga disebut ikan layur, ia pun membawa udang serta hasil laut lainnya, yang sudah digoreng.

Ia pun menjelaskan teknik penggorengan yakni menggunakan tepung beras serta tidak menggunakan pengawet.

"Kami juga sekeluarga makannyo, jadi idak pakai pengawet," kata dia, ketika menjawab pertanyaan dari salah satu pembeli.

Ikan yang digoreng dengan dilumuri tepung tersebut, dinikmati sebagai camilan atau sebagai lauk ketika pengunjung memesan mie.

Wati pun menjelaskan, bahwa dirinya mendapatkan aneka ikan tersebut dari nelayan yang melaut di perairan tersebut.

"Itu nah para nelayannyo yang sedang melaut. Kami membelinyo kelak setelah mereka merapat," kata dia.

Karena itu, ikan serta udang yang digorengnya pun masih segar.

Menjelang sore, ketika cuaca cerah pengunjung kian berdatangan ke pantai itu. Mereka menanti `sunset".

"Saya sudah sering ke sini, tetapi menikmati `sunset` seolah tak ada habisnya," kata Zulkarnain warga Curup, yang sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Kota Bengkulu.

Apalagi, lanjut dia, setelah siang hujan kemudian sore terang dan matahari terlihat, maka pemandangannya begitu dahsyat.

"Kita melihat keajaiban alam ciptaan Tuhan ketika matahari terbenam perlahan seolah tertelan ujung laut," kata dia.

Zulkarnain pun menjelaskan, salah satu makanan favorit yakni ikan beledang. Selain murah, juga memiliki nilai gizi tinggi.

Karena itu, ia pun mengajak untuk berekreasi menikmati deburan ombak, pemandangan alam yakni menanti "sunset", serta sajinan makanan khas berupa ikan goreng beledang di Pantai Panjang.

(ANTARA)

Oleh Triono Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013