Saya dimarahi, termasuk oleh anak dan isteri. Saya meminta maaf kepada masyarakat, anak isteri, dan keluarga saya karena kata-kata saya dianggap tidak berpihak kepada korban perkosaan,"
Jakarta (ANTARA News) - Calon hakim agung Dr Muh. Daming Sunusi SH mengaku pasrah dimarahi publik karena pernyataannya bahwa untuk kasus pemerkosaan antara pelaku dan korban ada kemungkinan menikmati.

"Saya dimarahi, termasuk oleh anak dan isteri. Saya meminta maaf kepada masyarakat, anak isteri, dan keluarga saya karena kata-kata saya dianggap tidak berpihak kepada korban perkosaan," katanya saat ditanya wartawan di Jakarta, Senin.

Padahal, katanya, bukan demikian adanya. Apa yang dikatakannya saat ditanya wakil rakyat di DPR adalah sangat teknis jawaban hakim yang memeriksa satu kasus tindak pidana pemerkosaan.

Ketika itu Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin tersebut ditanya seorang anggota dewan apakah ia setuju pelaku korupsi, narkoba dan pemerkosa dihukum mati.

"Saya jawab untuk pelaku korupsi dan narkoba setuju dihukum mati, namun untuk kasus perkosaan harus dilihat dulu apakah pelaku dan korban sama-sama menikmati," katanya.

Untuk tindak pidana perkosaan murni ia setuju dihukum berat. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hukuman bagi pelaku kejahatan perkosaan tidak sampai pada ancaman hukuman mati.

Pasal 285 KUHP berbunyi "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".

Mendengar jawaban itu anggota dewan yang hadir menjadi riuh, bahkan ada yang tak bisa menahan tawa.

Oleh karena situasi riuh tersebut, hakim Daming mengaku terbawa kondisi dan lupa menjelaskan apa yang dimaksud dengan "pelaku dan korban saling menikmati".

Ia mengaku harus menjelaskan apa yang dia maksud dengan kata-katanya itu, karena persepsi masyarakat jauh dari apa yang dia maksud.

Sebagai hakim yang juga pernah menangani kasus perkosaan, untuk mencari kebenaran material terjadinya perkosaan atau tidak, maka pertanyaan hakim apakah pelaku menikmati atau tidak itu harus ditanyakan.

"Sidang kasus perkosaan itu harus menanyakan hal-hal seperti itu, karenanya dinyatakan tertutup," katanya.

Ada kasus dimana tindak pidana pemerkosaan baru dilaporkan dan disidangkan setelah berulang terjadi. Oleh karena tidak jadi dinikahi, misalnya, baru dilaporkan.

"Jadi pertanyaan apakah korban dan pelaku menikmati perlu ditanyakan hakim yang menyidangkan supaya terjadi kebenaran material terjadi pemerkosaan atau tidak," katanya menjelaskan.

Itulah soal teknis hakim yang memeriksa kasus perkosaan yang tidak sempat dijelaskan di DPR karena situasinya terburu riuh.

"Sekarang saya jelaskan agar semua bisa memahami apa yang dibalik ucapan saya. Saya mohon maaf dan pasrah," katanya.

Apapun putusan Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan DPR atas dirinya, Daming mengaku pasrah. Ia merasa plong bisa menjelaskan kepada publik, anak isteri dan keluarganya apa di sebalik pernyataannya yang kontraversial.

Bahkan, tanpa diminta sekalipun ia datang ke Komisi Yudisial untuk menjelaskan semuanya.

Pernyataan kontroversial calon hakim agung M Daming Sunusi di depan Komisi III DPR RI berbuntut panjang. Sidang pleno Komisi Yudisial memutuskan Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin itu melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(A017/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013