Jakarta (ANTARA) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) meminta pemerintah untuk memperkuat perlindungan ketika pekerja migran bekerja di luar negeri

"Saya ingin memberikan critical point terkait deklarasi ASEAN pada dimensi tindak perdagangan orang. Bahwa itu menjadi kesepakatan ASEAN, oke, kita apresiasi. Tetapi sesungguhnya yang harus diperkuat ini adalah kebijakan dalam negeri kita,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam FMB9 Deklarasi ASEAN Melindungi Pekerja Migran yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Benny menyatakan pemerintah di Indonesia harus memperkuat kebijakan perlindungan terhadap para pekerja migran karena praktik sindikat perdagangan orang masih marak terjadi di Indonesia.

Merujuk data yang dirinya paparkan setidaknya ada 4,4 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, dan 90 persen para pekerja tersebut berangkat secara tidak resmi atau unprosedural.

Modus yang digunakan oleh para pekerja ilegal tersebut adalah menggunakan visa turis dan bukan visa kerja. Selain itu, mereka juga menggunakan visa umroh dan ziarah untuk negara-negara Timur Tengah.

Sementara itu, selama tiga tahun kepemimpinannya, sudah ada 92.000 para pekerja Indonesia yang dideportasi dari luar negeri, 1.900 jenazah yang masuk ke dalam negeri dan 3.600 orang yang sakit, cacat secara fisik, hilang ingatan, depresi ringan dan berat.

"Ini pemandangan kita harus bicara naif negara yang besar ini, negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan tapi kita dianggap melakukan pembiaran dan tidak berdaya melawan sindikat penempatan ilegal yang dikendalikan oleh sindikat. Sayangnya, oknum-oknum yang memiliki atribut-atribut di kekuasaan ini terlibat di dalamnya," kata Benny.

Baca juga: Kemenlu: KTT ASEAN 2023 deklarasikan siap perangi persoalan TPPO

Menurutnya, persoalan ini terjadi akibat sejumlah regulasi pemerintah terkait perlindungan pekerja migran dinilai belum efektif dan aplikatif dalam penerapannya. Misalnya seperti Undang-Undang TPPO Nomor 21 tahun 2007 dan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan yang mengikat 32 Kementerian dan Lembaga.

“Ini yang saya katakan masih belum terlalu efektif berjalan, belum aplikatif di lapangan sehingga penempatan ilegal itu masih terus terjadi dan marak di lapangan," ucapnya.

Di sisi lain, salah satu persoalan utama sulitnya memberantas sindikat perdagangan orang secara ilegal di Indonesia adalah keterlibatan sejumlah oknum yang memiliki atribut kekuasaan seperti TNI/Polri, kementerian/lembaga terkait hingga dari BP2MI sendiri walaupun sudah dikenakan sanksi keras berupa pemecatan.

Maka dari itulah sebagai salah satu masalah serius yang belum selesai diatasi, Benny meminta agar negara tidak pernah boleh kalah ataupun berkompromi dengan pelaku sindikat penempatan ilegal para pekerja migran.

"Negara harus hadir, negara tidak boleh kalah, hukum harus bekerja. Kuncinya adalah komitmen pada merah putih, komitmen pada republik, komitmen untuk tidak menjadi bagian dari sindikat penempatan ilegal. Kita harus menjadikan pelaku penempatan ilegal sebagai musuh negara yang harus dipenjarakan. Ini problem dalam negeri yang belum selesai," ujarnya.

Baca juga: BP2MI: Tren korban TPPO mulai bergeser ke masyarakat berpendidikan

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023