Bawaslu juga punya kewenangan melakukan uji materi terhadap peraturan KPU yang bertentangan dengan undang-undang
Jakarta (ANTARA) - Pegiat pemilihan umum (pemilu) Wahidah Suaib meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengoreksi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang bisa mengurangi keterwakilan perempuan di parlemen.

"Ada 3 jalan. Pertama, uji materi peraturan KPU ke Mahkamah Agung. Kedua, memproses dugaan pelanggaran pemilu oleh KPU. Ketiga, secara persuasif meminta KPU mengoreksi peraturan itu," ujar Wahidah dalam konferensi pers bertajuk, “Ancaman Terhadap Keterwakilan Politik Perempuan Pasca PKPU 10/2023”, disiarkan melalui Zoom Meeting, dipantau dari Jakarta, Minggu.

Wahidah yang juga mantan komisioner Bawaslu ini menegaskan bahwa Bawaslu memiliki kewenangan untuk mengoreksi KPU. Pembuatan peraturan KPU merupakan salah satu tahapan Pemilu 2024 yang sudah jelas merupakan objek pengawasan Bawaslu.

Baca juga: Bawaslu RI: Hanya 21 bawaslu provinsi yang telah dapatkan akses Silon

"Bawaslu juga punya kewenangan melakukan uji materi terhadap peraturan KPU yang bertentangan dengan undang-undang. Kedua, Bawaslu kan juga menegakkan aturan undang-undang, bisa memproses dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU," tuturnya.

Wahidah berpandangan KPU menciptakan kemunduran perjuangan pemenuhan keterwakilan perempuan melalui penerbitan PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023 bisa membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) menjadi di bawah 30 persen. Pasal tersebut mengatur soal pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan (dapil).

Adapun bunyi pasal tersebut, "Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: (a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas."

Baca juga: Bawaslu: Sengketa pendaftaran caleg dapat diselesaikan lewat mediasi

Implikasi dari peraturan tersebut adalah kurangnya keterwakilan perempuan dari 30 persen di beberapa dapil. Misalkan, pada dapil yang memberlakukan delapan caleg, maka 30 persen dari jumlah tersebut adalah 2,4.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023, dilakukan pembulatan ke bawah dari 2,4 menjadi 2 orang, karena angka di belakang koma kurang dari 50.

Dengan demikian, cukup mendaftarkan dua orang untuk memenuhi kuota minimal. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen.

Baca juga: Wakil Ketua MPR soroti PKPU terkait rendahnya keterwakilan perempuan
Baca juga: DKPP ingatkan PKPU pencalonan anggota DPR perlu beri kepastian hukum

 

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023