Denpasar (ANTARA) - Komisi I dan Komisi IV DPRD Bali membahas dan mencari masukan mengenai wacana keterlibatan bandesa (pimpinan) desa adat dalam Pemilu 2024 bersama para pemangku kepentingan terkait.

"Bandesa dan prajuru (pengurus) desa adat dalam pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak berkewajiban untuk mengundurkan diri," kata Ketua Komisi I DPRD Bali Nyoman Budi Utama di Denpasar, Selasa.

Budi Utama menyampaikan hal tersebut terkait simpulan pendapat DPRD Provinsi Bali dalam Rapat Kerja tentang Kedudukan Hukum Bandesa Adat dan Prajuru Desa Adat di Bali terkait Pemilu.

Rapat juga dihadiri unsur KPU Bali, Bawaslu Bali, Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bali, Biro Hukum dan Badan Kesbangpol Provinsi Bali.

Baca juga: KPU RI sosialisasikan aturan baru pencalonan DPRD kepada parpol Bali

Menurut Budi Utama, bandesa dan prajuru desa adat tidak berkewajiban mengundurkan diri ketika mencalonkan diri dalam pemilu.

"Hal ini karena desa adat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa adat, tidak dapat anggaran dana alokasi yang bersumber dari APBN, melainkan bersumber dari APBD Provinsi Bali dalam bentuk dana hibah yang tidak mengikat," ujarnya.

Selanjutnya, jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa desa adalah sistem pemerintahan terbawah. Dalam konteks ini, perangkat desa boleh menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan syarat mengundurkan diri.

"Sedangkan bandesa dan prajuru desa adat bukan merupakan penyelenggara sistem pemerintahan terbawah dalam pemerintahan negara, maka dalam pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak perlu mengundurkan diri," ujarnya.

Kemudian ketentuan Pasal 32 huruf e, dapat ditegaskan bahwa bandesa dan prajuru desa adat ketika mencalonkan diri dan/atau menjadi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta menjadi calon dalam pilkada tidak dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus parpol.

Baca juga: KPU Bali datangkan komisioner pusat perjelas alur verifikasi faktual

Sesuai Perda Desa Adat Nomor 4 Tahun 2019 dan/atau Peraturan Perundang-Undangan lainnya (UU Pemilu, UU Pemda, UU Desa, PKPU) tidak ada mengatur bandesa adat dan prajuru desa adat dilarang mencalonkan diri dan/atau mengundurkan diri terlebih dahulu ketika menjadi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta menjadi calon dalam pilkada.

"Dalam ketentuan itu juga tidak dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus parpol," ujarnya.

Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan mengatakan bukan menjadi kewenangan KPU Bali bahwa bandesa adat dan prajuru harus mundur atau tidak ketika mencalonkan diri dalam Pemilu 2024.

"Prinsipnya kami bukan menafsirkan undang-undang. Begitu pendapat-pendapat tadi itu kami akan lihat. Kami juga akan meminta pendapat dari pengadilan negeri, kepolisian apa yang dimaksud itu. Kalau dalam daftar riwayat hidupnya mencantumkan posisi bandesa tentu kami harus mengecek," ucapnya.

"Yang jelas, kami tidak ingin ada masalah dalam Pemilu 2024. Alangkah bagusnya Pemerintah Provinsi Bali dan DPRD itu harus minta fatwa ke Kementerian Dalam Negeri. Aman kita karena yang dimaksud dalam pasal-pasal itu mereka yang tahu karena mereka leading sector-nya," ujar dia.

Baca juga: Anggota MPR: Generasi muda Bali ikut tentukan pemimpin di Pemilu 2024

Lidartawan menambahkan bahwa yang tahu penafsirannya itu pembuat UU yakni pemerintah dan DPR. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan saran KPU RI sebelumnya agar berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023