Jakarta (ANTARA) - HIT bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menginsiasi program Pelatihan Kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di lima kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu di Puskesmas Ciawi, Kantor Desa Tonjong, Kantor Desa Pasir Angin, Puskesmas Ciseeng, dan Puskesmas Rumpin.

Program itu dilakukan sebagai gerakan untuk mengupayakan agar Indonesia bisa terbebas dari penyakit Demam Berdarah (DBD), menurut siaran pers Godrej Indonesia.

“Selain dengan melakukan tindakan preventif dari munculnya jentik-jentik nyamuk, masyarakat juga perlu untuk membasmi nyamuk aedes aegypti yang menjadi penyebab utama dari penyebaran DBD," ujar Group Category Head Godrej Indonesia, Erwin Cahaya Adi.

Dalam program itu, kader Jumantik dilatih untuk memantau keberadaan dan perkembangan jentik nyamuk serta memberikan edukasi kepada masyarakat luas mengenai bahaya dan cara pencegahan DBD dengan 3M Plus, yaitu menguras dan menyikat tempat penampungan air secara rutin, menutup rapat semua tempat penyimpanan air, memanfaatkan limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang), dan PLUS adalah mencegah gigitan dan perkembangan nyamuk. 

Baca juga: Imunisasi dengue cegah anak kena DBD berat

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dr. Intan Widayati, MA, dalam siaran yang sama mengatakan bahwa kegiatan pelatihan kader Jumantik yang diprakarsai oleh HIT bersama Dinkes Kabupaten Bogor ini secara langsung telah membantu program pemerintah Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) untuk menekan kasus demam berdarah yang cenderung meningkat, terutama di musim pancaroba.

“Para kader Jumantik yang telah dilatih diharapkan dapat menyebarluaskan informasi terkait pencegahan demam berdarah ini kepada masyarakat secara luas dan secara rutin berkala melakukan pemantauan jentik di warganya, sehingga kasus demam berdarah dapat ditekan,” ujar Intan.

Data European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), yang dikutip Godrej Indonesia, Indonesia menempati peringkat nomor satu di dunia dengan kasus kematian terbanyak akibat DBD pada tahun 2022. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kasus kematian akibat DBD didominasi oleh anak-anak berusia 0-14 tahun.

Oleh karena itu, masyarakat diminta mewaspadai berbagai bahaya dan komplikasi yang disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti itu.

Baca juga: Kemenkominfo gunakan wayang tingkatkan kewaspadaan DBD pada masyarakat

Baca juga: Tiga faktor yang sebabkan anak kena DBD menurut dokter


Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023