Jakarta (ANTARA) - Tokoh teater Indonesia sekaligus pendiri Teater Koma Norbertus Riantiarno atau akrab disapa Nano Riantiarno meninggal dunia dalam usia 73 tahun pada Jumat pukul 06.58 WIB.

Baca juga: Teater Koma, Semar menggugat lagi

Kabar tersebut dibagikan oleh Teater Koma dan dikonfirmasi oleh Jajang C. Noer. Kepada ANTARA, Jajang mengatakan dirinya mendapat kabar duka itu melalui Sari Madjid, adik dari ipar dari Nano.

"Saya ada di Klaten mau syuting. Enggak tahu jam berapa (kabar duka sampai ke Jajang). Yang kasih tahu itu adiknya Ratna (istri Nano), Sari Madjid," kata Jajang saat dihubungi ANTARA melalui sambungan telepon, Jumat.

Aktris itu turut menyampaikan duka cita atas kepergian Nano. Jajang sendiri merupakan salah satu pendiri Teater Koma bersama Nano dan Ratna serta sembilan pendiri lainnya.

Di mata Jajang, Nano merupakan sosok yang baik tidak hanya kepada orang-orang terdekatnya tetapi juga kepada semua orang.

Baca juga: Kata Nano Riantiarno mengenai eksistensi Teater Koma

"Nano itu seorang budayawan, juga tokoh teater. Dan lebih dari itu, seorang kawan baik untuk kawan-kawannya termasuk saya, untuk murid-muridnya, anggota Teater Koma. Dia selalu terbuka untuk mengajarkan tentang teater kepada siapa saja. Dan juga kawan baiknya mas Arifin," kata Jajang.

Belum ada konfirmasi penyebab Nano meninggal dunia dari pihak keluarga. Namun, diketahui Nano sempat menjalani rawat inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Jajang mengatakan dirinya sempat menjenguk Nano satu hari sebelum berangkat syuting ke Klaten.

"Ya, waktu itu masih pakai oksigen, ya, di kamar rawat biasa. Tapi, ya, masih pakai oksigen. [Saya duduk] cuma dari kaki tempat tidur saja, saya pegang kakinya, itu saja nggak bisa dipeluk," kata Jajang.

Nano dikenal sebagai tokoh teater di Indonesia. Dia mendirikan Teater Koma pada 1977 dan hingga kini kelompok teater tersebut masih aktif mementaskan pertunjukan.

Nano menulis sebagian besar karya panggungnya, di antaranya seperti "Rumah Kertas", trilogi "Opera Kecoa", "Sampek Engtay", "Opera Sembelit", dan sebagainya.

Selain naskah drama, Nano juga menulis skenario film dan televisi seperti "Jakarta Jakarta" (1977) serta menulis novel seperti "Cermin Merah", "Cermin Bening", dan "Cermin Cinta".


Baca juga: Nano Riantiarno Puji `Tawak Bumi` Sangat Eskploratif

Baca juga: Teater Koma gelar pertunjukan "Sampek Engtay" usai tertunda dua tahun

Baca juga: "Opera Kecoa", bom waktu 31 tahun lalu

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023