Padang (ANTARA) - Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi mengatakan serapan APBD Sumbar yang rendah berdampak buruk bagi ekonomi daerah itu atau terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah.

"Kendala serapan anggaran ini banyak di alokasi belanja modal dan baru terserap di ujung tahun tentu ini memberikan masalah tersendiri," kata dia Rapat Paripurna Laporan Reses dan Tutup Masa Sidang Pertama 2022 di Padang, Selasa.

Menurut dia, terhitung pada 18 November 2022 serapan APBD Sumbar baru di angka 66 persen dan pada 7 Desember 2022 menjadi 75,6 persen dan pada 26 Desember 2022 mencapai 89.4 persen.

"Harusnya serapan ini sesuai dengan target setiap triwulan yang ada sehingga serapan ini menjadi berkualitas, serapan anggaran ini cenderung tidak berkualitas dan tidak mendukung pertumbuhan ekonomi karena dikejarkan di akhir tahun," kata dia.

Hal ini yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi Sumbar melambat padahal angka kemiskinan dan penganggur di daerah ini mengalami penurunan.

Ia menyebutkan angka pengangguran Sumbar di 2022 cenderung mengalami penurunan dari 6.52 persen di 2021 menjadi 6,28 persen di tahun 2022. Begitu juga angka kemiskinan sesuai data Maret 2021 sebesar 6,63 persen dan Maret 2022 menjadi 5,92.

"Harusnya penurunan itu menarik pertumbuhan ekonomi namun nyatanya pada triwulan ketiga pertumbuhan ekonomi Sumbar melambat 4,55 yoy dibandingkan bulan sebelumnya 5,08 yoy," kata dia.

Menurut dia, hal ini harus diubah dan pada 2023 serapan anggaran ini harus ditarget sehingga dana yang ada dapat terserap sesuai perencanaan yang ada.

"Serapan ini harus sesuai target berapa sehingga terasa efek ekonomi ke depan. Jangan bangga dulu jumlah Silpa yang kecil dan serapan anggaran tidak optimal. Apalagi serapan di akhir tahun ini membuat semua terburu-buru dan membuka ruang terjadi kesalahan transaksi," kata dia.

"Kalau itu dilakukan tidak selektif maka bisa membuak ruang terjadinya tindak pidana," kata dia.

Sama halnya dengan inflasi, menurut dia ada anggapan bodoh bahwa inflasi yang terjadi di Sumbar tidak berpengaruh langsung pada ekonomi masyarakat.

"Ini pernyataan yang bodoh karena inflasi menjadi momok saat ini bahkan gubernur sudah dipanggil presiden dan Kementerian Keuangan terkait hal ini. Sumbar tidak memiliki pemetaan inflasi di daerah setempat," kata dia.

Ia mengatakan dua kota yang mengalami inflasi tinggi Kota Padang dan Bukittinggi. Untuk komoditas penyebab inflasi adalah beras, cabe dan telur.

"Contohnya beras di Padang, berapa produksi, berapa konsumsi dan berapa selisih serta berapa banyak kebutuhan masyarakat Padang yang dibawa keluar untuk dijual. Harus jelas pemetaan inflasi tersebut" kata dia.

Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat Hansastri mengatakan realisasi anggaran tahun 2022 per 26 Desember 2022.

"Alhamdulillah telah mencapai 89,42 persen dan mudah-mudahan pada kondisi akhir nanti diperkirakan akan terealisasi secara optimal harapan kita serapan anggaran memberikan efek positif kepada pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Ia mengatakan APBD merupakan salah satu instrumen yang penting untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi masyarakat ini semua tentu atas kerja keras kita bersama memang ada berbagai kendala.

"Akan tetapi dapat kita selesaikan secara bersama-sama kami berharap dukungan dan dukungan penuh dari seluruh anggota DPRD yang terhormat agar ke depan sinergi kita ini bisa lebih baik dan produktif lagi demi kemajuan Sumatera Barat," kata dia.

Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022