Jakarta (ANTARA) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 20 (G20) ke-17, yang dijadwalkan berlangsung dari Selasa (15/11) hingga Rabu (16/11) mendatang, diharapkan akan membangun konsensus global dan meningkatkan kepercayaan terhadap pemulihan ekonomi dunia.

Para ahli dan pemimpin bisnis di seluruh dunia menaruh harapan mereka pada negara-negara ekonomi utama untuk memperkuat koordinasi kebijakan ekonomi makro dan mempromosikan multilateralisme, keterbukaan, inklusivitas, dan kerja sama yang saling menguntungkan.

Mereka menyuarakan keyakinan pada peran aktif China dalam G20 dan kontribusi kebijaksanaannya untuk membangun ekonomi dunia yang terbuka, inklusif, dan seimbang yang menguntungkan semua pihak.
 
   (Xinhua)


Mengusung tema "Pulih Bersama, Bangkit Perkasa" (Recover Together, Recover Stronger), KTT G20 akan berfokus pada tiga isu prioritas, yaitu arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital.

Untuk memperkuat sistem kesehatan dunia, KTT G20 Bali diharapkan dapat membantu meningkatkan respons COVID-19 global dan memfasilitasi transformasi infrastruktur kesehatan global, serta berkontribusi untuk membuat sistem kesehatan lebih tangguh, inklusif, adil, dan tanggap terhadap krisis.

Selain itu, sejumlah forum yang akan diadakan di sela-sela KTT tersebut akan mengumpulkan para pakar, pejabat, dan pemimpin bisnis di seluruh dunia untuk membahas transformasi digital inklusif, aksesibilitas energi, teknologi energi pintar dan bersih, serta pembiayaan energi.

Sebagai kekuatan pendorong baru pertumbuhan ekonomi global, ekonomi digital menjadi sangat krusial, kata Bambang Suryono, ketua wadah pemikir (think tank) Pusat Kajian Inovasi Asia.

Dalam pandangan Peter Drysdale, kepala Biro Riset Ekonomi Asia Timur dan Forum Asia Timur di Crawford School of Public Policy di bawah Universitas Nasional Australia, perubahan iklim merupakan masalah yang menjadi perhatian bersama dan masalah yang dapat dicapai kemajuannya oleh pihak-pihak utama.

"Sangat penting bahwa akan ada satu kemajuan signifikan pada isu-isu kunci, seperti kerja sama dalam masalah perubahan iklim," tuturnya.

"Untuk sejumlah tantangan global, kita perlu menemukan solusi bersama, dan G20 adalah sebuah platform yang menekankan keputusan kolektif dan kepemimpinan kolektif," kata B. R. Deepak, ketua Pusat Studi China dan Asia Tenggara di bawah Universitas Jawaharlal Nehru yang berbasis New Delhi.
 
  (Xinhua)


Perekonomian global rentan terhadap berbagai dampak, salah satunya oleh meroketnya inflasi di sejumlah negara, baik negara kaya maupun negara miskin. Efek limpahan (spillover effect) akut dari kenaikan suku bunga yang agresif oleh beberapa negara maju mengguncang pasar keuangan global dan menempatkan emerging market dan negara berkembang di bawah tekanan yang sangat besar.

Pada Oktober, Dana Moneter Internasional (IMF) menyesuaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023 menjadi 2,7 persen, turun 0,2 poin persentase dari perkiraan sebelumnya pada Juli.

"Saat ini kita membutuhkan kerja sama internasional lebih dari sebelumnya. Saya pikir apa yang harus dibawa ke G20 ini adalah pendekatan positif oleh para pemimpin yang siap terlibat dalam masalah ini dengan cara yang konstruktif," papar Drysdale.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan dalam debat umum Sidang Umum PBB tahun ini bahwa seluruh dunia menaruh harapan pada G20 sebagai katalis untuk pemulihan ekonomi global, terutama bagi negara-negara berkembang. "Kita tidak bisa membiarkan pemulihan global kalah di bawah geopolitik."


 

Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022