Jakarta (ANTARA) - Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengapresiasi langkah pemerintah yang menghadirkan pembahasan mengenai pengurangan sampah plastik dalam rangkaian konferensi tingkat tinggi forum kerja sama multilateral G20 di Nusa Dua, Bali.

"Hal yang baik dalam G20 di Indonesia tahun ini ada pembahasan tentang sampah plastik," kata peneliti hukum dari ICEL Fajri Fadhillah kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Indonesia tekankan komitmen kurangi 70 persen sampah laut hingga 2025

Pada 3-4 November 2022, pemerintah bersama National Plastic Action Partnership (NPAP) menyelenggarakan kegiatan bertajuk Beating Plastic Pollution from Source to Sea di Bali.

Dalam forum itu, Indonesia menekankan kembali komitmen serius dalam memerangi masalah sampah plastik laut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah laut dengan target 70 persen penanganan sampah laut pada tahun 2025.

Baca juga: Akademisi ingatkan bahaya mikroplastik bagi kesehatan dan lingkungan

Pemerintah mewajibkan produsen manufaktur, ritel, dan jasa makanan dan minuman untuk melakukan kegiatan pembatasan, daur ulang maupun guna ulang produk dan kemasan sebagai bentuk dari tanggung jawab produsen.

Fajri berharap Presidensi G20 Indonesia dapat melahirkan kebijakan baru yang menimbulkan perubahan nyata di Indonesia maupun negara lain dalam hal penanganan atau pencegahan timbunan sampah plastik.

Baca juga: Menparekraf: Pengelolaan sampah di desa wisata tanggung jawab bersama

"Terlepas dari event G20, sebenarnya bagaimana kita bisa memperkuat ambisi atau target pengurangan sampah plastik yang lebih utamanya tidak hanya saat G20, tapi periode lainnya," ujarnya.

Lebih lanjut ia memandang kebijakan yang dimiliki oleh Indonesia kini sudah mengarah kepada tujuan atau cita-cita aturan pengurangan sampah di level undang-undang sampai peraturan paling teknis. Hanya saja, produsen plastik sekali pakai selalu mengelak dan mencoba menunda implementasi regulasi tersebut.

Pada 2019, pemerintah telah menerbitkan regulasi yang mewajibkan produsen untuk membatasi timbunan sampah dan mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali dan memanfaatkan kembali sampah. Namun, sampai hari ini produsen masih belum mengimplementasikan regulasi tersebut.

Fajri menyarankan masyarakat dan pemerintah agar bekerjasama untuk menekan produsen supaya tidak lagi menunda dan membuang waktu untuk menjalankan aturan pengurangan sampah plastik.

"Saya yakin masyarakat dan KLHK ada di posisi yang sama ingin segera mendorong pengurangan sampah yang ambisius. Saya yakin dengan posisi yang sama itu, pemberian sanksi dan juga pemberian disinsentif kepada produsen yang nakal akan mengubah sikap produsen," katanya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat total sampah nasional mencapai 68,5 juta ton pada tahun 2021. Dari data itu sebanyak 11,6 juta ton atau 17 persen adalah sampah plastik.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022