Jakarta (ANTARA) - Berawal dari keprihatinan, diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, Najma dan kawan-kawannya tergerak untuk membangun aplikasi yang diberi nama TeDi yang merupakan singkatan dari Teman Disabilitas.

“Kami sangat prihatin dengan diskriminasi yang dialami teman-teman penyandang disabilitas. Waktu itu, kita lihat ada teman disabilitas yang ditolak pengemudi ojek daring,” kata Najma mengawali perbincangan di Jakarta, Ahad (30/10).

Tak hanya sampai di situ, Najma dan teman-temannya juga prihatin dengan diskriminasi lain yang dialami teman disabilitas, yakni miskomunikasi antara petugas keamanan dengan teman disabilitas  tunarungu. Petugas keamanan yang tidak paham bahasa isyarat mengira apa yang dilakukan penyandang disabilitas tersebut mencemoohnya hingga menyebabkan keributan.

Dari keprihatinan tersebut, mahasiswa semester tujuh statistika Universitas Padjadjaran tersebut bersama timnya di program Bangkit 2022, yang merupakan salah satu program Kampus Merdeka, kemudian berinisiatif untuk menciptakan aplikasi yang dapat membantu menerjemahkan apa yang dikatakan oleh penyandang disabilitas.

“Kami melakukan riset, dan menemukan belum ada aplikasi yang dapat membantu banyak penyandang disabilitas sekaligus. Rata-rata hanya untuk satu jenis disabilitas saja. Akhirnya kami bertekad untuk membantu membuat aplikasi dengan banyak jenis disabilitas,” kata Najma menjelaskan.

Padahal, berdasarkan data WHO tahun 2019, sebanyak 40 persen penyandang disabilitas memiliki lebih dari satu jenis disabilitas. TeDi merupakan aplikasi mobile Indonesia pertama yang memiliki fitur yang dapat membantu tiga tipe disabilitas sekaligus, yakni tunanetra, tunarungu dan tunawicara.

Untuk tunanetra, terdapat tiga fitur yang dapat digunakan yakni pendeteksi objek, pendeteksi mata uang dan juga pendeteksi teks. Dengan pendeteksi objek, akan membantu penyandang disabilitas tunanetra untuk mengenali objek yang ada di hadapannya.

Lalu, dengan fitur pendeteksi mata uang, maka dapat membantu mengenali nominal mata uang yang ada, dan pendeteksi teks dapat membantu teman disabilitas tuna netra dalam membaca buku.

“Umpan baliknya melalui suara. Sehingga teman disabilitas tunanetra dapat membaca teks yang ada di buku,” terang Najma lagi.

Anggota tim lainnya, Hazlan Muhammad Qodri, mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan menambahkan fitur deteksi warna sehingga dapat membantu teman disabilitas tunanetra dalam mengenali warna.

“Juga akan ada fitur tambahan lainnya yakni family help, yang mana jika membutuhkan bantuan maka akan ada pemberitahuan di ponsel teman atau keluarganya,” ucap mahasiswa Informatika UPN Veteran Yogyakarta itu.

Kemudian, untuk tunarungu dan tunawicara, TeDi menawarkan fitur yang dapat menerjemahkan bahasa isyarat. Hal itu dilakukan, karena banyak masyarakat belum memahami bahasa isyarat melalui fitur BISINDO translator. Dengan aplikasi tersebut, penyandang disabilitas tunarungu maupun tunawicara dapat berkomunikasi dengan mudah.

Aplikasi TeDi bertujuan untuk memudahkan kehidupan disabilitas sehari-hari. Projek TeDi sendiri merupakan final capstone project yang diadakan oleh Google Bangkit 2022 dan meraih prestasi di kancah nasional dengan menjadi top 15 projek terbaik bersaing dengan 437 projek lainnya.

Selain itu, TeDi mendapatkan pendanaan dari Google dan Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbudristek sebesar Rp140 juta untuk melanjutkan pengembangan aplikasi.

Kolaborasi tim

Aplikasi TeDi tercipta berkat kolaborasi yang dilakukan peserta Bangkit 2022 dari berbagai learning path yang dipelajari selama enam bulan program tersebut, di antaranya Machine Learning, Cloud Computing dan Mobile Development.

Terdapat enam anggota TeDi yang berasal dari berbagai kampus dan learning path yakni Najma dan Julio Fahcrel dari Statistika Universitas Padjadjaran dengan learning path Machine Learning.

Kemudian, Pratama Azmi Atmajaya dari Teknologi Informasi Universitas Telkom dengan learning path Mobile Development dan Sang Bintang Putera Alam dari Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember dengan learning path Mobile Development.

Selanjutnya, Gilang Martadinata mahasiswa Teknologi Informasi Universitas Presiden dengan learning path Cloud Computing dan Hazlan Muhammad Qodri dari Informatika UPN Veteran Yogyakarta dari learning path Cloud Computing.

Tim tersebut merupakan distinction graduate pada program Google Bangkit 2022 atau lulusan terbaik dengan 10 persen nilai teratas dari seluruh lulusan Bangkit.

“Ada tiga tim yang terlibat dan masing-masing memiliki tugas sendiri-sendiri dan kemudian diintegrasikan menjadi satu kesatuan,” kata Najma lagi.

Saat ini, aplikasi tersebut masih dalam tahap pengembangan dan akan diluncurkan di Playstore pada Desember mendatang. Seorang anggota tim, Julio, berharap aplikasi tersebut dapat dikembangkan lebih jauh dengan melakukan penyempurnaan fitur-fitur yang sudah ada dan menghadirkan fitur baru, menghadirkan fitur-fitur untuk jenis disabilitas lainnya, bekerja sama dengan kegiatan peduli disabilitas dalam rangka pengembangan aplikasi dan wadah mensosialisasikan kegunaan aplikasi.

“Sebelumnya, aplikasi ini sudah kami uji coba di sekolah luar biasa dan mendapatkan umpan balik yang positif, yang mana mereka senang karena aplikasi ini ada fitur pendeteksi mata uang. Sementara di aplikasi lain tidak ada,” jelas Julio.

Najma, Julio dan juga Hazlan mengaku beruntung dapat mengikuti program Bangkit 2022 tersebut. Pasalnya program tersebut tak hanya meningkatkan kemampuan teknisnya tetapi juga kemampuan nonteknis seperti kemampuan berbahasa asing dan juga komunikasi.

“Bangkit benar-benar mengubah hidup aku, karena memang berdampak sekali dengan hidup aku. Apa yang aku pelajari di kampus dan di Bangkit berbeda jauh. Sempat tidak yakin juga, apa bisa mengikuti Bangkit karena banyak yang berprestasi, tetapi setelah diberikan kesempatan dan mencapai tahap inkubasi, aku bisa sampai di tahap ini,” kata Najma.

Hal itu juga diakui oleh Hazlan, yang mengaku ke depan akan lebih fokus pada pengembangan perangkat lunak. Mengikuti program Bangkit yang merupakan bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) tersebut telah mengubah banyak hal dalam hidupnya.
 

Ciptakan Talenta Digital

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek, Prof Nizam, mengatakan MBKM merupakan salah satu program pemerintah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berdaya saing.

Melalui MBKM pembelajaran dilakukan tidak hanya berbasiskan pada pembelajaran, tetapi juga berbasiskan pada proyek.

Program MBKM tersebut diantaranya Bangkit, Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Kampus Mengajar, Kementerian ESDM-GERILYA, Magang, Membangun Desa (KKN Tematik), Pejuang Muda Kampus Merdeka, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Proyek Kemanusiaan, Riset atau Penelitian, Studi Independen, dan Wirausaha Merdeka.

Khusus untuk Bangkit, merupakan program kesiapan karir yang dipimpin oleh Google, GoTo dan Traveloka. Program tersebut dimulai pada 2020.

Dalam waktu lebih dari 2,5 tahun, lebih dari 60.000 talenta digital pada bidang Machine Learning, Mobile Development dan Cloud Computing. Semua ini dilakukan berkolaborasi dengan industri. Tidak dengan cara konvensional. Kompetensi didapat tidak hanya di dapat dengan pembelajaran, tetapi juga berbasiskan proyek. Sekarang lebih banyak perusahaan, yang lebih menyukai lulusan Bangkit.

Direktur Hubungan Pemerintahan dan Kebijakan Publik Google Indonesia, Putri Alam, mengatakan sebanyak 67 persen peserta program Bangkit 2022 berasal dari kota kecil dan menengah.

Pada tahun ini, sebanyak 67 persen peserta program Bangkit dari kota kecil dan menengah dan sebanyak 25 persen diantaranya adalah perempuan.

Karena sebagian besar berasal dari kota kecil dan menengah, maka ada tantangan tersendiri pada proses pembelajaran. Tantangannya sendiri adalah infrastruktur teknologi informasi komunikasi yang belum merata, terutama di Indonesia bagian timur. Kelas Bangkit ini dilakukan secara daring, dan itu menjadi tantangan tersendiri.

Akan tetapi hal itu tidak menghalangi peserta untuk mengikuti kelas Bangkit dengan penuh semangat. Sebanyak 63.000 mahasiswa mendaftar program Bangkit 2022, dan terpilih sebanyak 3.100 peserta.

 Secara akumulasi sejak program tersebut dicanangkan pada 2020, sebanyak 6.400 peserta telah terpilih program itu dan lebih dari 5.000 peserta berhasil lulus. Kelas Bangkit 2022 dimulai sejak Februari 2022 dan mahasiswa mengikuti program digital selama enam bulan.

Kampus yang mahasiswanya mengikuti Bangkit juga meningkat dari tahun lalu. Jika tahun lalu diikuti 251 kampus, maka Bangkit 2022 diikuti 284 kampus. Ke depan, diharapkan semakin banyak kampus dan mahasiswa yang dapat mengikuti program Bangkit tersebut, sehingga semakin banyak talenta muda digital di Tanah Air.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022