Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan perwakilan Filipina menggelar “Bridging Leadership for 8 District on the issue of Family Planning, Reproductive Health and Maternal Child Health Including Stunting Reduction” di delapan daerah di Indonesia.
 

“Bridging Leadership adalah tipe kepemimpinan yang sesuai dalam mempromosikan multi-stakeholder untuk mengatasi masalah ketidakadilan sosial. Ini tentang memimpin tindakan yang kolaboratif untuk mewujudkan perubahan sosial dalam konteks ini adalah dalam masalah Keluarga Berencana termasuk stunting,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
 

Acara yang digelar baik secara luring maupun daring itu, diselenggarakan pada tanggal 13-14 Oktober 2022 di delapan daerah yakni Aceh Barat, Lahat, Malang, Jember, Brebes, Serang, Lombok Timur, dan Garut.
 

Bridging Leadership sendiri memiliki tiga tahapan acara. Tahap pertama disebut dengan tahap kepemilikan (ownership) yang merangkul tanggung jawab seseorang atas permasalahan sosial termasuk memahaminya dan menerima perannya dalam masalah.
 

Diharapkan dengan memahami kompleksitas masalah, para peserta dapat menjadi seorang pemimpin yang bisa melibatkan pemangku kepentingan secara relevan dalam menemukan solusi, ujarnya.
​​​​
Baca juga: BKKBN minta petugas sosialisasikan peran ayah untuk cegah stunting

Baca juga: Akademisi: Cegah stunting sejak remaja dengan konsumsi makanan bergizi

 

Tahap kedua yakni co-ownership, di mana peserta akan selalu melakukan dialog dengan masyarakat agar dapat menyatukan perbedaan-perbedaan keyakinan, nilai, sudut pandang dan wawasan terhadap masalah. Hasil yang diharapkan berupa munculnya kesamaan visi dan tanggapan bersama antara pemimpin dan masyarakat.
 

“Pada tahap kedua harus bisa mensosialisasikan inovasi menjadi inovasi yang kolaboratif dengan membaginya pada stakeholder dan harus bisa melakukan implementasinya serta memastikan keberlanjutannya,“ ujarnya.
 

Sedangkan tahap ketiga adalah co-creation. Pada tahap ini peserta harus belajar mengharmonisasikan semua stakeholder yang efektif, agar mereka dipastikan memang lakukan eksekusi terhadap collaborative inovation yang sudah dilakukan bersama.
 

“Harus dipastikan, jika semua pihak sudah melaksanakan tugas masing-masing dan kemudian berdampak kepada masyarakat, maka collaborative inovation akan berubah menjadi social innovation,” ucap Hasto.
 

Hasto turut mengatakan digelarnya acara merupakan wujud tindak lanjut dari nota kesepahaman (MOU), yang ditandatangani dalam kerangka South-South and Triangular Cooperation (SSTC), yang menyatakan bahwa kedua negara berkomitmen untuk saling bertukar pengalaman dalam Keluarga Berencana (KB) dan edukasi kesehatan reproduksi.
 

“Saya berharap, para peserta pelatihan bisa menghilangkan sikap-sikap yang tidak positif pada diri untuk menjadi profesional yang baik,” katanya.
 

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas Woro Srihatuti Sulistyaningrum berharap kegiatan itu, dapat meningkatkan kemampuan para pemimpin dalam mengembangkan dan mengimplementasikan berbagai program kegiatan.
 

Is berharap para peserta bisa melakukan formulasi berupa solusi dan memimpin evaluasi untuk mengukur keefektifan dan relevansi dalam pencapaian program.
 

“Seperti integrasi perencanaan dan model anggaran dalam akselerasi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), meningkatkan komitmen pemimpin daerah dalam perencanaan dan penganggaran untuk mendukung pencapaian target RPJMN,” ujarnya.

Baca juga: Menag minta BKKBN sediakan materi stunting bagi penyuluh agama

Baca juga: BKKBN ingatkan jarak kehamilan di atas tiga tahun cegah stunting

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022