Jakarta (ANTARA) - Pakar bahasa dan sastra dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Siti Gomo Attas mengajak masyarakat untuk bersama-sama melestarikan bahasa dan sastra daerah sehingga keberadaannya tidak punah di kemudian hari.

“Mari kita lestarikan sastra daerah untuk menjunjung nilai luhur nenek moyang yang penuh karakter. Jangan lupa untuk terus mengembangkan sastra daerah dan melakukan transmisi dan transformasi ke arah global,” kata Siti yang juga tergabung dalam Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia itu dalam webinar di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, dalam upaya pelestarian bahasa dan sastra daerah dibutuhkan juga kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas. Siti mengatakan pelestarian juga dapat diwujudkan melalui peraturan daerah serta kreativitas dari pemerintah daerah agar masyarakat tidak kesulitan mengembangkan bahasa dan sastra tersebut.

Baca juga: Kemendikbudristek: Ancaman kepunahan bahasa daerah sangat besar

“Jika kita berbicara tentang (bahasa dan sastra daerah) yang ‘aman’ (dari kepunahan) yang memang diharapkan, harus ada kerja sama antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Ganjar Harimansyah mengatakan bahwa bahasa merupakan refleksi pemikiran dan cermin kekayaan batin penutur. Ia yakin apabila bahasa terjaga, maka kekayaan batin penutur pun dapat terjaga.

“Mari kita jaga bahasa kita khususnya bahasa daerah dan itu adalah upaya untuk memuliakan bangsa,” katanya.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudrisek) melalui Badan Pelindungan, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra telah melakukan kajian terhadap berbagai bahasa dan sastra daerah yang tersebar di Indonesia.

Baca juga: Kemendikbudristek: Daya hidup bahasa daerah memprihatinkan

Beberapa kajian tersebut dibukukan dengan judul “Menjaga Bahasa Memuliakan Bangsa” yang di dalamnya menjabarkan kajian vitalitas serta konservasi bahasa dan sastra daerah.

Menurut dia, vitalitas merupakan potret sejauh mana daya hidup bahasa dan sastra daerah, apakah termasuk dalam kategori sangat kritis, sangat terancam, terancam, kemunduran, stabil dengan pergeseran, dan aman.

“Kajian vitalitas mendasari kami melakukan pelindungan bahasa dan sastra selanjutnya,” kata Ganjar yang juga tergabung sebagai penulis kajian bahasa dan sastra tersebut.

Ganjar mencontohkan bagaimana Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah melakukan konservasi sastra lisan, salah satunya sastra lisan Nias, yaitu “Hoho” dan Fondrako”. Selain itu, konservasi juga dilakukan terhadap sistem aksara bahasa Nadebang melalui upaya dokumentasi dan penyusunan ketatabahasaan.

Baca juga: Badan Bahasa: Pemerintah daerah wajib lindungi bahasa kedaerahan

“Menurut UNESCO dan survei kami, bahasa Nadebang masih minim dari segi dokumentasi. Oleh karena itu, selain menyusunkan sistem aksara, kami juga sebelumnya melakukan penelitian atau kajian dan dokumentasi tentang sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis, bahkan menyusun kamus kecil untuk bahasa Nadebang,” kata Ganjar.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022