Jakarta (ANTARA) - ​​​Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (KNMSPT) mendorong Presiden Joko Widodo untuk segera merevisi PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan guna meningkatkan standar pemenuhan hak atas kesehatan nasional.

“Kami memohon kebijaksanaan Presiden Jokowi untuk segera merevisi PP No.109 Tahun 2012 demi menyelamatkan nasib anak-anak Indonesia,” kata Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim dalam Media Briefing yang dilaksanakan secara daring, Jumat.

Ifdhal menuturkan bahwa belum ada tindak lanjut signifikan setelah pelaksanaan Uji Publik Perubahan PP No.109 Tahun 2012 yang diinisiasi oleh Kemenko PMK RI per tanggal 25 Juli 2022 lalu. Padahal, revisi regulasi tersebut tergolong krusial dalam upaya Pemerintah untuk menurunkan angka perokok konvensional dan elektronik anak.

Beberapa poin yang akan diatur dalam revisi PP tersebut adalah memperluas peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, pelarangan penjualan rokok eceran, melarang iklan dan promosi rokok, hingga meregulasi rokok elektronik.

Baca juga: 'Mager' hingga rokok elektrik picu jantung koroner usia muda

Baca juga: PPP minta pemerintah lakukan kajian sebelum naikkan cukai rokok


Ia menekankan bahwa kini pemerintah tidak hanya berurusan dengan anak-anak kecanduan rokok konvensional, melainkan juga rokok elektronik. Terlebih belum adanya regulasi yang mengontrol produk rokok elektronik tersebut.

“Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, Prevalensi Perokok Elektronik Usia 10-18 Tahun telah mencapai 10,9 persen. Hal ini membuktikan selain kecanduan rokok konvensional, sekarang anak-anak kita telah kecanduan rokok elektronik,” ucap dia.

Dorongan kepada Presiden Jokowi untuk segera merevisi PP 109 Tahun 2012 juga disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.

Usman mengingatkan kembali target Presiden yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, yaitu hendak meningkatkan standar pemenuhan hak atas kesehatan nasional dengan menurunkan angka prevalensi perokok pemula (usia 10-18 tahun) dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen per 2024.

“Visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi hampa jika standar perlindungan hak atas kesehatan tidak meningkat dan anak-anak kita kecanduan merokok,” ucap Usman.*

Baca juga: Kemenkes: Lindungi anak dengan perketat penerapan kawasan tanpa rokok

Baca juga: Bea Cukai ungkap kasus TPPU hasil rokok ilegal mencapai Rp1 triliun


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022