Dibanding demo, kami lebih ingin melihat kenaikan harga BBM dari berbagai sudut pandang.
Jakarta (ANTARA) - Penggerak Milenial Indonesia (PMI) memilih menggelar diskusi publik bertajuk Meneropong Efektivitas Kenaikan Harga BBM dari berbagai sudut pandang dibanding melakukan demonstrasi terkait penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).
 
"Dibanding demo, kami lebih ingin melihat kenaikan harga BBM dari berbagai sudut pandang. Makanya kami hadirkan ekonom dan pengamat untuk mendiskusikan hal itu," kata Koordinator Bidang Energi dan Sumber Daya Alam PMI Arif Dzakwanuddin, di Jakarta Selasa.
 
Arif Dzakwanuddin mengatakan agenda tersebut digelar dalam rangka mengumpulkan persepsi dari berbagai sudut pandang untuk menemukan titik temu atas penyesuaian harga BBM tersebut.
 
Lebih lanjut, Arif menilai kenaikan harga BBM harus disikapi dengan cermat dan bijak, tidak dengan grasa-grusu malah merusak fasilitas publik.
 
"Kita harus melihat secara menyeluruh konteks permasalahannya apa. Dan kenapa kebijakan itu harus diambil. Ternyata banyak dari kalangan masyarakat mampu yang menikmati subsidi dari pemerintah senilai ratusan triliun rupiah itu," kata dia.
 
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro yang hadir menjadi narasumber menilai, penolakan terhadap kenaikan harga BBM sama halnya membela orang kaya.
 
Dia mengatakan itu bukan tanpa alasan, pengguna BBM khususnya pertalite 70 persen lebih dinikmati oleh pengguna kendaraan roda empat, sementara 30 persennya pengguna roda dua.
 
"Selama ini, subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah untuk menyubsidi orang mampu di Indonesia. Bukan orang miskin," ujarnya lagi.
 
Direktur INDEKS Nanang Sunandar melihat BBM sebagai bahan langka. Menurutnya, wajar ketika harga BBM naik. “BBM menjadi sumber langka dan dalam konteks di Indonesia beberapa peneliti menyebut bahwa simpanannya hanya dapat bertahan 11 tahun saja," kata Nanang.
 
Karena BBM menjadi barang langka dan kebutuhannya pun meningkat, Nanang menilai wajar bila harganya terus meningkat dari tahun ke tahun.
 
“Atas dasar kebutuhan yang meningkat itu, BBM menjadi barang perebutan pasar yang dalam periode waktu tertentu pasti dibutuhkan dan harganya cenderung tidak stabil alias meningkat," kata dia pula.
 
Ekonom Prof Muhammad Said menilai harga BBM di Indonesia tergolong murah jika dibandingkan dengan harga di negara lain.
 
Prof Said membandingkan harga BBM di Indonesia dengan di Arab Saudi yang notabene sebagai negara dengan kilang minyak terbesar di dunia.
 
"BBM Indonesia paling murah. Arab Saudi dikenal dengan kilang minyak, tetapi harga di sana lebih mahal. Di sana lahan minyak, tapi harganya jauh dibanding Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Buruh-mahasiswa padati Jalan Thamrin suarakan soal penyesuaian BBM
Baca juga: Pelajar STM sesaki Patung Kuda susul buruh-mahasiswa

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022