Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menerapkan paradigma hukum pidana yang baru, yaitu keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

"Soal modernisasi. Di sini kita mengacu kepada paradigma hukum pidana yang baru, yang berlaku secara universal," kata Edward ketika menyampaikan paparan dalam Dialog Publik RUU KUHP, seperti dipantau dari kanal YouTube Kemkominfo TV di Jakarta, Rabu.

Paradigma hukum pidana baru tidak lagi menggunakan hukum pidana sebagai sarana hukum balas dendam. Dia menyebutkan tiga jenis keadilan yang ditegakkan dalam paradigma hukum pidana baru, yakni keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.

"Berbicara mengenai keadilan korektif, pelaku kejahatan tetap dikoreksi. Pelaku kejahatan tetap dikenakan sanksi, tetapi dia tidak hanya dikenakan sanksi. Dia juga diperbaiki," jelasnya.

Perbaikan yang diterapkan kepada pelaku adalah penerapan keadilan rehabilitatif. Pelaku akan menerima rehabilitasi guna mengoreksi tindakannya agar tidak terulang lagi.

Baca juga: Wamenkumham: Aksi Aliansi Nasional Reformasi KUHP bagian demokrasi

Selanjutnya adalah penegakan keadilan restoratif. Edward menjelaskan keadilan restoratif bertujuan untuk pemulihan korban dari tindak kejahatan.

RKUHP tidak hanya berfokus pada mengoreksi tindakan pelaku kejahatan, tetapi juga memberikan fokus pada pemenuhan hak-hak korban, katanya. Selain itu, korban tindak kejahatan juga memperoleh rehabilitasi untuk mendukung proses pemulihannya.

"Oleh karena itu, keadilan korektif itu miliknya pelaku, keadilan restoratif adalah miliknya korban, dan keadilan rehabilitatif adalah milik pelaku maupun korban," tuturnya.

Selain penerapan paradigma hukum pidana baru, dia menambahkan terdapat nuansa dekolonisasi dalam RKUHP. Di dalam KUHP yang berlaku saat ini, pidana penjara merupakan hukuman yang paling utama atau primary; sedangkan di RKUHP, pidana penjara tetap merupakan pidana pokok tapi bukan hukuman paling utama.

Pasal 57 RKUHP mengatakan dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.

"Pidana yang lebih ringan itu ada pidana pengawasan, ada pidana kerja sosial," ujarnya.

Baca juga: Dewan Pers: UU KUHP jangan ganggu kemerdekaan pers
Baca juga: Wamenkumham: Target sosialisasi RKUHP satu bulan ke depan

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022