Surabaya (ANTARA) - Kepolisian Daerah Jawa Timur menangani sebanyak 62 laporan tentang dugaan penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji subsidi selama kurun waktu Januari hingga September 2022 dengan menangkap sebanyak 92 orang pelaku.

"Modus yang digunakan para pelaku rata-rata memodifikasi tangki truk dan mobil pikap untuk mengisi BBM subsidi. Ternyata, BBM subsidi yang telah didapat langsung dijual kembali," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Farman di Surabaya, Selasa.

Farman menjelaskan BBM subsidi yang diperoleh pelaku ditandon pada salah tempat penampungan di wilayah Surabaya, sebelum dijual lagi kepada konsumen.

Untuk penyelewengan elpiji, modus para pelaku memindahkan isi dari tabung elpiji subsidi ukuran 3 kilogram ke tabung elpiji berukuran 12 dan 50 kilogram.

Dari pengungkapan kasus itu, polisi menyita sebanyak 67.103 liter solar, 17.643 liter pertalite, sembilan unit truk tangki, lima unit truk, kapal, ekskavator, 34 unit mobil, enam motor, 12 unit tandon plastik kapasitas 1.000 liter, 564 buah jerigen, 27 buah drum kosong, tiga buah mesin pompa, sembilan buah selang, dan uang tunai Rp14.088.000.

Selain itu juga disita 11 tabung elpiji kapasitas 50 kg, 21 tabung elpiji kosong kapasitas 3 kg, 540 tabung elpiji 3 kilogram baru, 357 tabung elpiji portabel, 30 tabung alat pemindah elpiji, satu karet kantong, dan empat pak segel plastik.

Mengenai keterlibatan oknum pegawai Pertamina dalam kasus itu, Kombes Farman menyampaikan hingga kini polisi masih melakukan pendalaman.

"Masih kami selidiki karena ketika dilakukan penangkapan, dua truk Pertamina ini baru keluar dari depo. Jangan main-main dengan BBM subsidi, kebijakan pemerintah sudah jelas," katanya.

Farman mengimbau masyarakat untuk memberikan informasi kepada polisi apabila menemukan penyimpangan terhadap distribusi atau penyalahgunaan BBM dan elpiji subsidi.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 54 dan atau Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.

Pewarta: Abdul Hakim/Willy Irawan
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022