kami sudah menyusun transformasi kesehatan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI memanfaatkan alokasi anggaran 2023 berkisar Rp300 triliun untuk kegiatan enam pilar transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia.

"Kami sudah menyusun transformasi kesehatan, karena saat terjadi krisis adalah saat terbaik untuk melakukan transformasi," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers Nota Keuangan & RUU APBN 2023 yang diikuti dari YouTube Kemenkeu RI di Jakarta, Selasa.

Transformasi pertama, menyasar revitalisasi 300 ribu unit posyandu hingga Puskesmas, termasuk peningkatan standar pelayanan, hingga pembangunan laboratorium kesehatan masyarakat secara terstruktur di seluruh daerah agar saat terjadi pandemi, masyarakat bisa tetap sehat.

"Yang paling dekat di hati saya adalah transformasi layanan primer (pilar pertama)," katanya.

Baca juga: Sri Mulyani: Realisasi anggaran kesehatan turun 15,8 persen

Pilar kedua, adalah transformasi layanan rujukan dengan memperbaiki seluruh rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia yang saat ini berjumlah 3.000-an unit agar bisa layani empat penyakit penyebab kematian terbesar, jantung, stroke, kanker dan ginjal.

"Penyakit jantung paling banyak yang meninggal dan paling banyak memakan biaya BPJS Kesehatan," katanya.

Ketiga, adalah transformasi layanan kesehatan. "Kami mau pastikan bahwa industri kesehatan siap kalau ada pandemi lagi. Termasuk menyiapkan tenaga cadangan kesehatan di fakultas kedokteran, politeknik kesehatan, Pramuka dan organisasi lainnya," katanya.

Transformasi keempat, adalah pembiayaan kesehatan dalam upaya pengadaan alat kesehatan, obat-obatan hingga alat skrining kesehatan.

"Kita harus pastikan transparansi keuangan kesehatan itu ada, akan kita wajibkan National Health Account, kita evaluasi teknologi kesehatan yang dipakai BPJS Kesehatan dan kita pastikan teknologinya kita kaji, sehingga kalau ada yang lebih murah bisa kita pakai," katanya.

Baca juga: Menkeu desain anggaran kesehatan 2023 capai Rp209,9 triliun

Kelima, transformasi SDM kesehatan dalam upaya pemerataan tenaga kesehatan hingga ke seluruh pelosok daerah di Indonesia.

"Panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di Indonesia harus ada 1 per 1.000 dokter. Jadi 270 juta jiwa harus punya 270 ribu dokter, sedangkan dokter praktik kita sekarang 120 ribu, kita kekurangan 150 ribu dokter," katanya.

Selain itu, sebanyak 92 fakultas kedokteran hanya bisa memproduksi 12 ribu dokter dalam setahun. "Jadi butuh 15 tahun untuk kejar jumlah dokter agar bisa mengejar standar minimal WHO. Negara lain bisa 3 sampai 4 dokter per 1.000 populasi," ujarnya.

Keenam, transformasi di bidang teknologi. "Kesehatan akan distandarkan elektronik medical record agar semua sama, agar bisa terintegrasi di semua fasilitas kesehatan," ujarnya.

Baca juga: Menkeu: Anggaran kesehatan 2023 diutamakan untuk belanja non-COVID

Budi mengatakan pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan alokasi anggaran kesehatan di Indonesia dari Rp113 triliun menjadi Rp300 triliun pada 2023.

Ia menilai kenaikan anggaran itu luar biasa tinggi, meski masih relatif di bawah negara lain. "Saya melihat ini sebagai keberhasilan Indonesia," katanya.

Menurut Budi peningkatan anggaran tersebut sangat berperan dalam keberhasilan Indonesia mengendalikan pandemi COVID-19.

Bahkan dalam rilis data John Hopkins University terkait penanganan pandemi COVID-19 2021, Indonesia masuk dalam jajaran salah satu dari lima negara di dunia paling baik dalam menangani pandemi COVID-19.

Baca juga: Presiden apresiasi dukungan DPR hadapi krisis kesehatan dan ekonomi

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022