Jakarta (ANTARA) -
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan saat ini MPR berupaya untuk mewujudkan Indonesia yang adil beradab dan sejahtera melalui perencanaan pembangunan jangka panjang yang jelas, yakni Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
 
"Saat ini MPR tengah berupaya untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa yakni mewujudkan Indonesia yang adil beradab dan sejahtera melalui perencanaan pembangunan jangka panjang yang jelas, yakni Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
 
Bamsoet menjelaskan sejak zaman Presiden Soekarno, untuk pertama kalinya Bangsa Indonesia memiliki peta jalan atau perencanaan jangka panjang yang jelas, yakni Pembangunan Semesta Berencana yang bersifat menyeluruh untuk menuju tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
 
Istilah itu pertama kali dipergunakan pada Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/ 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969.

Baca juga: Ketua MPR: Pentingnya PPHN yang tak bisa gugur oleh "judicial review"

Baca juga: MPR: Rapat Gabungan sepakat bentuk panitia "ad hoc" PPHN
 
Menurutnya meski Ketetapan MPRS itu tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena ada peristiwa Trikora, kemudian Dwikora, dan akhirnya pemberontakan G30S/PKI, Tap MPRS itu dapat disebut tonggak kesadaran bangsa Indonesia untuk menyusun perencanaan pembangunan dengan benar.
 
Lalu pola pembangunan jangka panjang itu dilanjutkan di era Presiden Suharto dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai haluan penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR.
 
Pascareformasi, Indonesia menurut dia tidak lagi memiliki perencanaan jangka panjang yang terpadu yang mampu mengikat kepemimpinan nasional hingga kepemimpinan daerah dari suatu periode ke periode lainnya.
 
Dia mengatakan tidak ada jaminan.proyek nasional yang menghabiskan anggaran triliunan dari pajak rakyat tuntas dibangun dan memberi manfaat bagi rakyat. Contohnya seperti pembangunan Pusat Pembinaan Olahraga Nasional Hambalang dan berbagai proyek lainnya di pascareformasi.
 
"Termasuk juga proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan berbagai proyek pembangunan infrastruktur lainnya yang kini gencar dilakukan Presiden Joko Widodo, dilanjutkan oleh penggantinya jika hanya diikat dalam undang-undang yang dapat di judicial review dan mudah diterpedo atau dibatalkan oleh Perppu," ucap Bamsoet.
 
Bamsoet mengatakan MPR dan seluruh rakyat Indonesia sebenarnya telah sepakat bangsa dan negara memerlukan peta jalan yang jelas dan tidak mudah dimentahkan oleh adanya pergantian kepemimpinan nasional.
 
Indonesia memerlukan langkah negara ke depan menjadi lebih terarah, serta mencegah agar tidak setiap berganti pemimpin nasional, berganti pula haluannya.
 
"Kesadaran kolektif bangsa baru terbentuk pascareformasi. Ternyata, tanpa haluan negara perjalanan bangsa jalan di tempat," tutur Bamsoet.
 
Itu menurutnya terjadi karena rencana pembangunan nasional hanya berpijak pada visi-misi presiden dan pada program-program jangka pendek.

Baca juga: Pimpinan MPR temui Presiden sampaikan PPHN hadir tanpa amendemen UUD

Baca juga: Djarot: DPR dan DPD sepakat hadirkan PPHN tanpa amendemen UUD 1945
 
"Sehingga, setiap pergantian pemimpin baik itu di nasional, maupun daerah terjadi banyak kemunduran, karena setiap pemimpin pengganti tidak memiliki kewajiban untuk menuntaskan atau meneruskan program-program pembangunan yang sedang berjalan," ujar Bamsoet.
 
Ketua DPR Ke-20 itu melihat dalam perjalanannya, ternyata perjuangan untuk menyatukan kesepakatan, kesepahaman yang sama masih sulit dan terjal. Padahal, katanya selama dua periode, MPR begitu semangat untuk merealisasikan PPHN, tapi sampai hari ini belum terwujud karena terganjal dengan berbagai kepentingan dan pertimbangan situasi politik yang tidak kondusif.
 
"Akhirnya, MPR sepakat mengambil langkah untuk menghadirkan PPHN tanpa melalui amendemen. Sebenarnya, yang ideal memang menghadirkan kembali PPHN dengan kekuatan di atas Undang-undang yakni dengan TAP MPR," katanya.
 
Tapi, konsekuensi-nya kata dia harus melalui amendemen dan hal itu dalam situasi politik hari ini tidak memungkinkan dilanjutkan, sehingga MPR mencari terobosan baru.
 
"Dan badan pengkajian MPR telah memberikan suatu titik terang atau jalan untuk kita memiliki terobosan itu, yaitu melalui Konvensi Konstitusi," papar Bamsoet.
 
Bamsoet menjelaskan, PPHN sebagai panduan dalam bernegara jangka panjang harus memiliki dasar yang sangat kuat, sehingga tidak mudah ‘ditorpedo’ dengan Perppu atau di judicial review.
 
Dengan begitu, kata dia siapa pun nanti pengganti presiden saat ini, pembangunan Ibu Kota Negara dan pembangunan infrastruktur berjangka panjang lainnya, bisa dituntaskan oleh presiden terpilih berikutnya.
 
"Melihat pentingnya PPHN untuk bangsa dan negara, saya mengajak seluruh pimpinan dan anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, juga seluruh elemen masyarakat termasuk para akademisi dan cendekiawan, mari semua bergandeng tangan bersama kita cari jalan terbaik," ujar Bamsoet.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022