Jakarta (ANTARA) - Komite Stabilitas Sistem Keuangan memutuskan bahwa restrukturisasi kredit hanya akan diberikan ke targeted sector atau sektor yang masih memerlukan restrukturisasi saja.

“Ini yang kami terus dalami kajiannya dan risikonya sehingga betul-betul yang dibutuhkan dalam konteks ini adalah fokus kepada targeted sector,” Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar saat Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala III Komite Stabilitas Sistem Keuangan 2022 yang disaksikan secara daring, Senin.

Mahendra menjelaskan bahwa restrukturisasi kredit merupakan bagian dari respon terhadap kondisi pandemi COVID 19. Sehingga pada awal pandemi terjadi di Indonesia, pemerintah memutuskan untuk memberikan restrukturisasi kredit kepada seluruh sektor.

Namun seiring dengan penanganan pandemi COVID-19 yang semakin membaik, kini ada beberapa sektor dan industri lain yang sudah jauh lebih baik dari pada saat awal restrukturisasi kredit diberikan.

Baca juga: OJK: Dana terhimpun di pasar modal capai Rp123,5 triliun per 26 Juli

“Kami dapat melaporkan bahwa kredit restrukturisasi pandemi dan dari segi jumlah nilai maupun jumlah debitur terus menurun dalam jumlah yang signifikan,” ucapnya.

Begitu juga halnya dengan NPL dari kredit yang dari restrukturisasi. Sedangkan untuk rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang diperuntukkan bagi restrukturisasi justru sebaliknya terus meningkat. Sehingga kapasitas di perbankan untuk melakukan hal-hal tersebut, dinilainya, terus meningkat dan membaik.

Kemudian dalam konteks perkembangan di masing-masing sektor ekonomi, OJK menilai sejumlah besar sektor utama ekonomi yang semula sangat memerlukan program kredit restrukturisasi, saat ini telah berada jauh di bawah proporsinya yakni 20 persen yang dianggap sebagai ambang batas dimana kebutuhan untuk melanjutkan kredit itu diperlukan atau tidak.

“Penurunan yang tajam tersebut terjadi pada sektor perdagangan, manufaktur, konstruksi bahkan transportasi, komunikasi dan pertanian maupun berbagai sektor lainnya,” sebutnya.

Sedangkan sektor yang memang masih memiliki kebutuhan restrukturisasi yang tinggi dari segi proporsi kredit adalah akomodasi dan makanan minuman.

Oleh karenanya pemberian restrukturisasi akan memperhatikan kondisi sektor terkait dan juga memperhatikan resiko dampak stagflasi global.

“Kedua kondisi tadi itu yang menjadi konteks dari pengkajian restrukturisasi kredit yang dimaksud,” bebernya.

Baca juga: OJK tekankan pentingnya KYC pada tanda tangan elektronik

Mahendra pun berjanji akan terus memberikan perkembangan terkait pengkajian pemberian restrukturisasi kredit.

Namun ia menegaskan bahwa restrukturisasi hanya akan diberikan kepada industri atau sektor yang memang masih membutuhkan.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022