Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggunakan sinar Ultraviolet tipe C (UVC) guna mengembangkan teknologi sterilisasi dan desinfeksi yang mampu mencegah penularan COVID-19 melalui partikel udara di dalam pesawat.

“Kemampuan UVC untuk membunuh virus Corona itu sudah dibuktikan dari berbagai penelitian, termasuk dari berbagai sumber apakah dari SARS-CoV yang pertama. Bisa dibenarkan untuk menginaktivasi (senyawa asam nukleat) dari virus tersebut,” kata Peneliti Madya Pusat Riset Mekatronika Cerdas BRIN Irwan Purnama dalam Webinar Menghadapi Lonjakan COVID-19 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Irwan menuturkan berdasarkan pemaparan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2020 lalu, beberapa model penyebaran COVID-19 terjadi melalui kontak erat, droplets, airbone (aerosol) dan fomite (permukaan benda yang terkontaminasi).

Baca juga: BRIN kembangkan ZeroCov untuk hancurkan asam nukleat COVID-19

Penularan melalui udara tersebut, dapat dimungkinkan terjadi pula di dalam pesawat. Meski penularan dinyatakan tidak sering terjadi, COVID-19 tetap dapat bertransmisi. Sehingga sesuai saran Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA), diperlukan sebuah teknologi untuk meminimalisir penularan dengan menggunakan HEPA filter dan sirkulasi udara yang baik.

IATA, kata Irwan, juga menyarankan untuk penularan melalui fomite bisa dilakukan desinfeksi melalui permukaan baik teknik kering (fisika) maupun basah (kimia). Salah satunya adalah melalui sinar UVC untuk mensterilkan kabin pesawat.

Ketika suatu organisme biologi di udara seperti bakteri, jamur atau virus terpapar oleh sinar UV setidaknya dalam kisaran 200-300 nano meter (nm), maka sinar UV yang ada ada teknologi yang diciptakan ke dalam bentuk Automated UVC Trolley (AUT), akan diserap oleh organisme itu dan memecah dinding sel protein dan menyebabkan kematian organisme itu.

Ia menambahkan, penyerapan sinar UVC oleh DNA dan RNA khususnya basa timin, diketahui menyebabkan inaktivasi untai ganda pada DNA atau RNA melalui pembentukan dimer timin.

“Jika cukup dimer ini diproduksi dalam DNA, maka akibatnya proses replikasi DNA akan terganggu dan tentunya sel tidak dapat mereplikasi. Artinya bahwa penyebaran akan terhenti,” ujar Irwan.

Dengan demikian, troli yang mengandung sinar UVC itu dapat difungsikan masuk ke dalam kabin dan memancarkan sinar melalui lampu panjang di sisi kiri dan kanan, yang mampu menjangkau semua bagian kursi dan juga lantai. Alat itu juga bisa digunakan di ruang-ruang bandara dengan beberapa pilihan kendali manual, line follower atau full autonomous. Sebab troli dapat dikendalikan melalui aplikasi digital.

Meski sudah banyak dibuktikan secara ilmiah bahwa UVC mampu mematikan virus, Irwan mengaku bahwa alat yang dirinya buat masih harus melalui uji terap di dalam kabin pesawat untuk mengetahui kinerja nyata di lingkungan pesawat yang sebenarnya.

“Prototipe ini bisa memancarkan intensitas UVC yang bervariasi sesuai dengan titik objek yang diberikan paparan sinar tersebut. Waktu paparannya pun juga bisa disesuaikan ya dengan dosis yang diperlukan,” ucap Irwan.
Baca juga: BRIN jalin jejaring dengan pengelola untuk kembangkan kebun raya
Baca juga: BRIN tawarkan konsep kebun raya jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022