Purwokerto (ANTARA) - Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Dr. Naelati Tubastuvi mengatakan pemerintah perlu membuat regulasi terkait dengan transformasi menuju ekonomi sirkular.

"Ekonomi sirkular itu kan sebetulnya solusi bagaimana mengurangi sampah dan polusi. Atau dalam kata lain, bagaimana memperpanjang waktu produk dan material untuk regenerasi sistem secara alami," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.

Dia mengatakan munculnya ekonomi sirkular itu sebetulnya dalam rangka pelestarian lingkungan dan mitigasi krisis iklim.

Bahkan, kata dia, dalam Presidensi G20 Indonesia juga membahas tentang blue economy (ekonomi biru), green economy (ekonomi hijau), dan circular economy (ekonomi sirkular).

"Jadi memang menjadi sangat penting, pemerintah membuat kebijakan untuk untuk menciptakan sistem ekonomi sirkular ini," kata Wakil Ketua II Pengurus Daerah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas itu.

Berdasarkan berbagai riset, kata dia, ekonomi sirkular dapat menghasilkan peluang ekonomi melalui pengurangan sampah serta di sisi lain dapat menciptakan peluang usaha dan peluang kerja.

"Nanti di ujungnya adalah memutus rantau antara pertumbuhan ekonomi dan penggunaan sumber daya alam, nanti justru kesejahteraan akan meningkat, sehingga peran pemerintah sangat besar karena peluang ekonominya sangat besar ya. Hasil riset terakhir itu ada angkanya sekitar 4,5 triliun dolar Amerika Serikat," katanya.

Menurut dia, peluang ekonomi sebesar 4,5 triliun dolar Amerika Serikat yang dihasilkan itu berasal dari pengurangan sampah, stimulasi pertumbuhan bisnis, dan penciptaan lapangan kerja.

Meskipun memiliki peluang ekonomi yang besar, Naelati mengakui adanya hambatan mengenai bagaimana mengimplementasikan ekonomi sirkular baik dari sisi eksternal maupun internal.

"Hambatan eksternalnya itu malah bisa dari karena kebijakan pemerintahnya yang tidak mendukung. Kalau kemudian pemerintah memberikan dukungan terhadap kebijakan ini, tentu itu tidak menjadi hambatan, hambatannya bisa terkurangi," katanya.

Kemudian dari sisi permintaan konsumen, menurut dia, perlu ada edukasi bagi konsumen termasuk pemahaman tentang pentingnya pemanfaatan limbah juga masalah rantai pasok.

Ia mengatakan jika berbicara ekonomi sirkular ketika teknologinya masih rendah dan infrastrukturnya belum memadai, sehingga rantai pasoknya akan terbatas.

"Di sisi internalnya, model bisnisnya juga perlu dikembangkan karena bisa jadi akan menjadi hambatan, karena budaya dan sikapnya tidak mendukung, sehingga menjadi barier-barier untuk implementasi ekonomi sirkular ini," kata Ketua Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan (MEK) Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Banyumas itu.

Dari sisi yang lain juga, kata dia, jika pemerintah ingin berperan dalam transformasi menuju ekonomi sirkular tentu perlu mengeluarkan regulasi, penyiapan infrastruktur, dan teknologi daur ulang perlu ditata ulang lagi.

Naelati mengakui saat sekarang kesadaran masyarakat untuk bertransformasi menuju ekonomi sirkular sudah mulai tumbuh meskipun belum secara masif.

"Tumbuh secara masif sih belum, tapi saya melihat kesadaran masyarakat yang meningkat," katanya.

Kendati ada kemungkinan masyarakat belum paham terhadap konsep konsep ekonomi sirkular ini, dia mengatakan kesadaran masyarakat untuk mengurangi dan memanfaatkan limbah serta mengurangi penggunaan plastik telah tumbuh.

"Nah, kalau itu kemudian didukung oleh kebijakan pemerintah, misalnya dibangun infrastruktur, teknologi, ada penggunaan eco block untuk konstruksi ramah lingkungan, saya kira itu akan menjadi industri yang sangat positif," kata Naelati. 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022