Yogyakarta (ANTARA) - Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat FMIPA Universitas Gajah Mada Wiwit Suryanto mengusulkan pemerintah membuat Candi Borobudur versi virtual di metaverse sebagai alternatif bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana candi tanpa harus menaiki bangunan fisiknya.

"Melalui metaverse nanti seolah-olah bisa menikmati tidak hanya secara visual, tetapi seolah naik ke Candi Borobudur," kata Wiwit Suryanto dalam diskusi daring bertema Membicarakan (Lagi) Borobudur: antara Konservasi dan Pariwisata dipantau di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, ide tersebut menjadi jalan tengah antara kepentingan pelestarian bangunan Candi Borobudur dan aspek pariwisata.

"Ini agar Candi Borobudur tetap lestari tetapi juga tetap bisa dinikmati sebagai situs kebanggaan bangsa," ujar Wiwit yang juga ahli geofisika UGM tersebut.

Dengan gagasan tersebut, kata dia, masyarakat yang menaiki bangunan candi secara fisik dapat diutamakan yang memiliki kepentingan khusus sehingga kelestarian bangunan tetap terjaga.

Bagi wisatawan secara umum, menurut Wiwit, tetap mendapatkan pengalaman menyusuri berbagai sudut Candi Borobudur di dunia metaverse.

Penggunaan teknologi itu, lanjut dia, juga menjawab persoalan tiket menaiki Candi Borobudur yang sebelumnya ada wacana seharga Rp750 ribu per orang bagi turis lokal.

Dijelaskan pula bahwa struktur tiga dimensi bangunan Candi Borobudur dapat dirancang secara detail di metaverse.

Dengan teknologi itu, menurut dia, wisatawan juga memungkinkan merasakan seolah menapaki batu tangga Candi Borobudur seperti kondisi aslinya.

"Kaki kita seolah-olah berat naik (tangga candi), suasana juga bisa dibuat seperti sensasi saat sunrise," ujar dia.

Meski demikian, menurut dia, diperlukan studio khusus yang yang bisa didirikan di kawasan Candi Borobudur dengan dilengkapi peralatan penunjang teknologi metaverse.

Menurut Wiwit, FMIPA UGM siap bekerja sama untuk mendukung pengembangan teknologi itu.

"Seandainya diminta untuk mendukung, kami siap," ujar dia.

Ketua Umum Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan peneliti Borobudur Marsis Sutopo menilai penggunaan teknologi patut dipertimbangkan untuk menjaga kelestarian Candi Borobudur dengan menyesuaikan selera generasi Z.

"Kita juga harus memikirkan selera generasi Z karena sudah tersedia informasinya di metaverse. Maka, daripada panas-panas, cukup buka laptop, kemudian melihat Borobudur melalui metaverse," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan menjaga dan melestarikan bangunan Candi Borobudur yang terdampak karena ramainya pengunjung sebelum pandemi COVID-19.

Ada juga rencana untuk menetapkan kuota 1.200 per hari saja wisatawan yang diperbolehkan naik hingga ke atas candi.

Candi Borobudur merupakan candi yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, dibangun oleh penganut agama Buddha sekitar 800 Masehi pada era pemerintahan Wangsa Syailendra.

Borobudur merupakan candi Buddha terbesar di dunia sekaligus menjadi salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.

Baca juga: PT TWC-KBRI Tokyo promosikan Candi Borobudur melalui virtual tur

Baca juga: BKB: Virtual tur ajak warga masuk lorong imajinasi Karmawibhangga

 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022