Jakarta (ANTARA) - Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Vaksin COVID-19 DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap program vaksinasi COVID-19 karena data pengadaan vaksin yang disediakan Kementerian Kesehatan tidak konsisten, kata Ketua Panja Emanuel Melkiades Laka Lena.

"Catatan rapat dari teman-teman Panja akan menjadi bagian dari surat Panja kepada BPK RI melalui pimpinan DPR," kata Melki dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Selain itu, lanjutnya, saat mencermati data-data yang disajikan antarkementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L), DPR menemukan data berbeda, bahkan antardirektorat dalam satu kementerian.

Oleh karena itu, dia mengatakan BPK memiliki otoritas sesuai undang-undang (UU) untuk melakukan audit lebih lanjut perihal data-data yang tidak konsisten tersebut.

Hal itu disampaikan Melki dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan, yang diwakili Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) dan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), serta Direktur Utama Biofarma di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa (31/5).

Baca juga: Anggota DPR: Kemenkes kunci pelaksanaan putusan MA

Dalam rapat dengar pendapat itu, Melki meminta pihak Pemerintah memperbaiki data data yang tidak konsisten tersebut, karena setiap rapat digelar selalu ada ketidaksamaan data.

Dia menyebutkan ketidaksamaan data itu antara lain tidak ada sinkronisasi data vaksin yang riil. Dia mengatakan Ditjen Farmalkes Kemenkes tidak lagi menerima donasi vaksin mulai Mei 2022, sementara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan akan datang lagi donasi vaksin sebesar 50 juta sampai Desember 2022.

"Mana yang benar?" tanya Wakil Ketua Komisi IX DPR itu.

Selanjutnya, terkait vaksin Zifivax dan vaksin Merah Putih yang sudah masuk dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Surat Edaran Dirjen P2P Kemenkes tentang jenis vaksin dalam program vaksinasi, namun belum ada kepastian kapan dan berapa yang akan dibeli Pemerintah. Menurut Melki, hal itu menunjukkan tidak ada perencanaan yang baik oleh Kemenkes.

Berdasarkan laporan Dirjen Farmalkes Kemenkes dan Dirjen P2P, dia mengatakan dibutuhkan sekitar 43 juta vaksin untuk memenuhi target suntikan 70 persen dosis satu dan dua, serta capaian 50 persen untuk target dosis penguat atau booster.

"Sementara saat ini, vaksin yang tersedia masih ada sekitar 47 juta dosis. Harusnya diperinci dari 47 juta stok vaksin, berapa yang halal dan tidak halal: karena sesuai putusan MA, Pemerintah wajib memenuhi vaksin halal bagi umat Islam," ujarnya.

Baca juga: KAMMI harap Pemerintah serius sediakan vaksin halal COVID-19
Baca juga: Alim ulama Jakarta minta pemerintah sediakan vaksin halal

Pewarta: Fauzi
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022