Jakarta (ANTARA) - Ketua Alumni Institut Pertanian Stiper (Kainstiper) Yogyakarta Priyanto PS mengatakan pemerintah perlu memperbaiki tata kelola perdagangan minyak goreng nasional, agar tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga dunia.

"Pemerintah Indonesia harus memperbaiki tata kelola perdagangan minyak goreng nasional, dimana jejaring logistik pasar yang dibutuhkan masyarakat, harus diperbaiki dan dikelola menjadi lebih baik. Tujuannya, supaya pasokan minyak goreng bisa merata dan dapat mudah diakses masyarakat luas dengan harga terjangkau," ujar Priyanto melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, keberadaan minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya, termasuk di dalamnya minyak goreng, memainkan peranan penting untuk memenuhi kebutuhan minyak makan bagi masyarakat dunia, sehingga harus diatur lebih ketat dengan prioritas utama pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Infrastruktur logistik yang selama ini masih terbilang karut marut, lanjut dia, dapat difasilitasi Pemerintah Indonesia, melalui jaringan logistik Bulog dan BUMN, untuk menjamin pasokan minyak goreng curah bagi masyarakat yang membutuhkan.

Ia mengatakan keterlibatan perusahaan perkebunan milik pemerintah (PTPN) yang mengelola kelapa sawit harus berfungsi menyediakan pasokan utama kebutuhan CPO nasional.

Pemerintah, menurut dia, harus segera membangun industri minyak sawit yang terintegrasi dari hulu hingga hilirnya agar dapat mengelola pemenuhan kebutuhan domestik lebih baik. Dengan demikian apabila ada kekurangan pasokan domestik, maka pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyediakan kebutuhan masyarakat sebagai prioritas utamanya.

Lebih jauh Priyanto PS menjelaskan harga CPO yang merangkak naik di pasar global, telah menyebabkan banyak distorsi di perkebunan kelapa sawit, seperti naiknya sarana dan prasarana produksi, termasuk BBM yang turut menaikkan biaya produksi CPO.

Alhasil, menurut dia, windfall profit juga harus diteruskan untuk membayar pupuk, BBM, dan sarana produksi lainnya dengan harga yang mahal, termasuk membeli Tandan Buah Segar/TBS petani dengan harga yang lebih tinggi sesuai harga CPO global.

"Jadi, tidak semua windfall profit yang didapatkan dari naiknya harga jual CPO, dinikmati perusahaan perkebunan kelapa sawit saja, melainkan akan terbagi-bagi di sepanjang mata rantai produksi CPO," paparnya.

Priyanto menilai pentingnya pemahaman jejaring bisnis CPO guna mengetahui berbagai sumbatan pemenuhan pasokan minyak goreng hingga ke masyarakat luas.

Jejaring logistik pasar dari pabrik minyak goreng, distributor, agen besar, agen kecil hingga warung-warung kecil dan Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM), kata dia, harus dapat terdata dan terpenuhi kebutuhannya.

"Dengan kapasitas terpasang pabrik minyak goreng dan pabrik CPO yang besar, kebutuhan minyak goreng domestik pasti bisa terpenuhi. Persoalan utamanya pada data kebutuhan pasar, mekanisme perdagangan dan harga jual domestik yang terjangkau, harus segera dibenahi pemerintah," ujar Priyanto PS.

Baca juga: Larangan ekspor CPO dan minyak goreng bawa dampak negatif berganda
Baca juga: Polri gagalkan penyeludupan 8 kontainer minyak goreng ke Timor Leste
Baca juga: BPS: Minyak goreng picu inflasi April capai 0,95 persen

 

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022