Jakarta (ANTARA) - Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menggeledah tiga rumah di Cianjur, Jawa Barat, terkait dugaan tindak pidana korupsi mafia tanah milik PT Pertamina.

Dalam keterangan Kejati DKI Jakarta yang diterima di Jakarta, Minggu, merinci bahwa ketiga rumah yang digeledah itu milik para saksi, yakni ALS yang terletak di Kampung Cijati, Desa Sukasari, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur.

Baca juga: Kejati DKI naikan status kasus mafia tanah Pertamina ke penyidikan

Kemudian tempat tinggal saudara S berlokasi di Kampung Mekar Manik, Desa Jati, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, serta tempat tinggal AYS di Kampung Cibodas, Desa Gunung Sari, Kecamata Ciranjang, Kabulaten Cianjur.

"Ketiga saksi yang tempat tinggalnya digeledah tersebut adalah merupakan ahli waris dari RS Hadi Sopandi," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Ashari Syam.

Selain itu, tim penyidik juga melakukan tindakan hukum penyitaan terhadap dokumen dan beberapa surat tertentu yang terkait dengan identitas ahli waris, dokumen terkait tanah milik Pertamina yang terletak di Jalan Pemuda, Jakarta Timur; asset tanah dan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepunyaan saksi AYS, serta benda elektronik.

Baca juga: Kriminalitas kemarin, kasus Dea OnlyFans hingga mafia tanah Pertamina

Penggeledahan tersebut dikatakan Ashari, telah sesuai aturan berlaku, di antaranya berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Print-1018/M.1/Fd.1/04/2022 tanggal 04 April 2022, Surat Perintah Penggeledahan Nomor: Print-1035/M.1.5/Fd.1/04/2022 tanggal 07 April 2022, dan Surat Perintah Penyitaan Nomor : Print-1034/M.1.5/Fd.1/04/2022 tertanggal 07 April 2022.

"Penetapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Klas IA Khusus Nomor: 8/Pen.Pid.Sus/TPK/2022/PN.Bdg tanggal 14 April 2022," ujar Ashari.

Lebih lanjut, Ashari menyampaikan bahwa pada waktu yang sama, Tim Penyidik Kejati DKI Jakarta juga memeriksa terhadap satu orang saksi yang merupakan perangkat Desa Ciranjang, Kabupaten Cianjur karena almarhum RS Hadi Sopandi pernah bertempat tinggal di daerah tersebut.

Baca juga: Dewas KPK kumpulkan keterangan dari Pertamina soal kasus etik Lili

Ashari menyebutkan bahwa dalam proses penyidikan ditemukan fakta adanya dugaan pemalsuan identitas almarhum RS Hadi Sopandin, padahal RS Hadi Sopandi bukan A Supandi yang merupakan pemilik asal dari tanah yang dikuasai oleh PT Pertamina. Selain itu, ditemukan juga adanya perbuatan menyembunyikan identitas sebenarnya atas pemilik sah tanah dimaksud.

"Pembayaran ganti rugi tanah di Jalan Pemuda tersebut patut diduga mengalir kepada pihak-pihak yang turut serta membantu ahli waris dari almarhum RS Hadi Sopandi dalam memenangkan gugatan perdata tanah milik PT Pertamina yang terletak di Jalan Pemuda Jakarta Timur," ungkap Ashari.

Untuk membongkar kasus ini, awalnya Kajati DKI Jakarta mengeluarkan Surat Perintah Nomor : Print-3026/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021 tentang Penyelidikan Kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina.

Baca juga: Pakar hukum: Koordinasi Kejagung dan KPK hindarkan ego sektoral

Berdasarkan hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa PT Pertamina memiliki lahan sekitar 1,6 hektare yang terletak di Jalan Pemuda, Ramawangun, Kota Adminstrasi Jakarta Timur yang dimanfaatkan sebagai Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4.000 meter persegi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sekitar 4.000 meter persegi, dan 20 unit Rumah Dinas Perusahaan yang dipinjam pakai oleh Bappenas berdasarkan Akta Pengoperan dan Penyerahan Tanah Nomor 58 Tanggal 18 September 1973.

Kemudian pada 2014, seseorang berinisial OO binti Medi menggugat PT Pertamina ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dengan Nomor Perkara: 127/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim.

OO binti Medi yang bertindak selaku penggugat, mengaku sebagai pemilik tanah seluas 12.230 meter persegi.

Baca juga: Sahroni: Koordinasi Kejaksaan-KPK hindari tumpang tindih tangani kasus

OO mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan surat tanah yang terdiri dari Verponding Indonesia Nomor C 178, Verponding Indonesia Nomor C 22, dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi Nomor 28.

Atas gugatan perdata tersebut, PN Jaktim mengabulkan gugatan penggugat sebagaimana tertuang dalam Putusan Perdata Nomor 127/Pdt.G/2014/PN. Jkt.Tim jo Nomor 162/PDT/2016/PT.DKI jo Nomor 1774 K/PDT/2017 jo No. 795 PK/PDT/2019.

Pengadilan menyatakan bahwa tanah sengketa a quo merupakan tanah milik para penggugat selaku ahli waris dari A Supandi dan bukan milik tergugat atau PT Pertamina.

"Pengadilan kemudian menghukum PT Pertamina untuk membayar ganti rugi tanah sebesar Rp244,6 miliar," ujarnya.

Baca juga: Kasus ekspor minyak goreng Tj Priok masih ditangani Kejati DKI

Pascapusutusan tersebut, kemudian diketahui bahwa dua Verponding Indonesia dan 1 Surat Ketetapan Pajak yang dijadikan dasar gugatan oleh OO binti Medi, diduga palsu.

Diduga ada penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum dan atau penerimaan uang terkait dengan proses peradilan perdata maupun pelaksanaan putusan pengadilan sehingga menyebabkan PT Pertamina dirugikan sebesar Rp244,6 miliar.

Sebab itu, PT Pertamina tidak pernah melaksanakan putusan pengadilan tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp244,6 miliar. Akan tetapi, uang milik PT Pertamina telah disita eksekusi oleh Juru Sita PN Jaktim melalui PN Jakarta Pusat dari rekening bank BRI milik PT Pertamina.

"Padahal, pihak PT Pertamina tidak pernah memberikan ataupun memberitahukan nomor rekening bank BRI tersebut untuk kepentingan sita eksekusi," tutur Ashari.

Baca juga: Kejati DKI serahkan penyidikan kasus ekspor minyak ke Bea Cukai Priok

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022