Dukungan global seperti itu termasuk pembiayaan dan transfer teknologi dibutuhkan dari negara maju seperti Korea Selatan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendorong upaya mereduksi emisi karbon seiring Indonesia yang berkomitmen dalam melakukan transisi energi menuju ke terbarukan.

"Kita harus menyeimbangkan kenaikan permintaan energi di masa depan dengan komitmen reduksi karbon sehingga pengembangan energi baru terbarukan sangat penting," katanya di Jakarta, Kamis.

Indonesia pun berpartisipasi aktif dalam upaya mitigasi emisi global dalam rangka mengantisipasi perubahan iklim melalui komitmen meraih Net Zero Emission pada 2060.

Airlangga menegaskan energi baru terbarukan harus mampu menggantikan energi karbon yang mempunyai emisi tinggi seperti bahan bakar fosil terutama untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia menargetkan pencapaian proporsi energi baru terbarukan sebesar 23 persen dari total sumber energi pada 2025 mendatang.

Sementara pada 2021 telah diakselerasi transformasi energi dengan pengurangan emisi karbon pada pembangkit listrik di Indonesia hingga mencapai 10,37 juta ton atau lebih dari dua kali lipat dari target reduksinya.

Pemerintah Indonesia juga akan mengimplementasikan kebijakan harga karbon dalam bentuk carbon cap and trade serta skema pajak karbon pada 2023.

Airlangga menuturkan kebijakan ini akan menentukan batas atas dalam emisi karbon di beberapa sektor tertentu dan memperkenalkan perdagangan dan skema pajak karbon.

"Kami harap kebijakan ini dapat memberikan keuntungan bagi industri untuk mengubah energinya menjadi sumber terbarukan," ujarnya.

Ia menegaskan usaha mengakselerasi proses transformasi energi dalam mencapai proporsi target tersebut tak hanya membutuhkan dukungan sektor swasta nasional saja melainkan juga dari komunitas global.

Menurutnya, hal itu adalah sesuatu yang wajar sebab pencegahan perubahan iklim merupakan tanggung jawab dunia dan membutuhkan kolaborasi dari semua negara.

"Dukungan global seperti itu termasuk pembiayaan dan transfer teknologi dibutuhkan dari negara maju seperti Korea Selatan," tegasnya.

Dari segi regulasi, Indonesia telah memiliki UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan tujuan menciptakan ekosistem bisnis yang mudah namun tidak melupakan standar, nilai keselamatan dan keamanan serta keberlanjutan lingkungan hidup.

Selain itu, pemerintah telah membentuk Indonesia Investment Authority (INA) yang dapat menjadi menyediakan alternatif fasilitas investasi untuk pengembangan ekonomi hijau.

Baca juga: Menteri Siti minta jajarannya kerja sama wujudkan FOLU Net Sink 2030
Baca juga: Kemenkeu sebut penerapan pajak karbon diundur jadi Juli 2022
Baca juga: Indonesia-Saudi bahas rencana kerja sama bidang perubahan iklim

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022